Usulan gubernur dipilih DPRD kembali mengemuka. Isu tersebut sudah berulang muncul dengan argumen yang relatif sama, yaitu cost tinggi, gubernur wakil pusat, dan kerap terjadi polarisasi.
Kalau hal itu dijadikan alasan, maka sebaiknya jabatan gubernur dan wakil gubernur sebaiknya ditiadakan. Sebab, hal itu tak sejalan dengan otonomi daerah yang ditetapkan di kabupaten/kota.
Karena itu, hierarki pemerintahan cukup pusat dan daerah tingkat II, tanpa ada daerah tingkat I. Dengan begitu, bupati/wali kota langsung berhubungan dengan pusat tanpa melalui gubernur.
Ada dua keuntungan kalau gubernur dan lembaganya ditiadakan.
Pertama, jarak hubungan kabupaten/kota dengan pusat semakin pendek. Hal ini dengan sendirinya juga memperpendek alur birokrasi atau administrasi negara.
Upaya memperpendek urusan administrasi sejalan dengan tuntutan manajemen modern, yang meninginkan pelayanan yang singkat, cepat, dan transparan sehingga prinsip birokrasi yang efisien dan efektif dapat terpenuhi.
Dua, dapat menekan cost. Sebab, gubernur, wakil gubernur, dan jajaran di bawahnya dengan sendirinya sudah tidak ada. Negara dapat meniadakan cost untuk 38 kantor gubernur.
Sudah pasti sangat besar anggaran yang dapat ditekan bila pemerintahan tingkat satu ditiadakan. Pastinya negara akan jauh lebih hemat sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Jadi, dari pada berdebat gubernur dipilih langsung atau melalui DPRD, maka lebih baik lembaga tersebut ditiadakan. Hierarki birokrasi pemerintahan jadi lebih pendek serta efisiensi lebih berpeluang diperoleh. (Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul dan Dekan Fikom IISIP 1996-1999 *)