JAKARTANEWS.ID – SURABAYA: Masyarakat Indonesia sudah banyak meninggalkan budaya musyawarah mufakat. Dalam pengambilan keputusan, masyarakat masyarakat kerap menggunakan suara terbanyak (voting).
Hal itu ditegaskan Anggota MPR RI Lucy Kurniasari dalam Sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara di Manukan Tama, Tandes, Surabaya, Selasa (4/12/2024).
Lebih lanjut Lucy mengatakan, voting dilakukan dengan pemungutan suara di mana suara terbanyak akan menjadi penentunya.
“Pilihan ini diambil karena dinilai praktis dan tidak memerlukan waktu yang lama dalam pengambilan keputusan,” kata Lucy
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI ini, praktik menggunakan voting kerap ditemui dalam pemilihan kepala desa, RW, dan RT.
“Begitu juga dalam pemilihan ketua organisasi kemasyarakatan (ormas), ketua OSIS, dan ketua BEM di perguruan tinggi,” ujar Lucy.
Akibatnya, ungkap Lucy, setelah pengambilan keputusan banyak yang tidak puas.
“Pihak yang kalah voting, kerap membuat organisasi tandingan, bahkan ada yang memunculkan organisasi kembar sehingga konflik semakin berkepanjangan,” ulas Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya ini.
Padahal, lanjut Lucy, sila keempat Pancasila sudah memberi rambu-rambu dalam pengambilan keputusan.
“Sila keempat menyatakan, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,” sebut Lucy.
Lucy menegaskan, asas musyawarah ialah asas yang memperhatikan aspirasi dan kehendak seluruh rakyat melalui forum permusyawaratan.
“Hal tersebut untuk menyatukan pendapat serta mencapai kesepatakan bersama atas kasih sayang, pengorbanan, serta kebahagiaan bersama,” jelas Lucy.
Dihadapan lebih 150 warga dari berbagai elemen itu, Ning Surabaya tahun 1986 ini menjelaskan, budaya musyawarah mufakat merupakan kegiatan berembuk dan berunding untuk memecahkan masalah yang menghasilkan kesepatan bersama (win-win solution) tanpa merugikan salah satu pihak.
“Musyawarah mufakat bertujuan untuk mempererat tali kekeluarga. Musyawarah mufakat merupakan proses membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama. Musyawarah mufakat dilakukan sebagai cara untuk menghindari pemungutan suara yang menghasilkan kelompok minoritas dan mayoritas,” papar Lucy.
Legislator asal Dapil Jatim 1 ini mencontohkan, dalam kehidupan sehari-hari, musyawarah mufakat dibudayakan untuk menciptakan kerukunan, keharmonisan, toleransi, dan kekeluargaan.
“Melalui musyawarah untuk mufakat, semua pihak akan merasa dilibatkan, diikutsertakan, dihargai, dan dihormati aspirasinya, sehingga hasil yang akan dicapai dapat dinikmati oleh seluruh anggota,” pungkas Lucy Kurniasari. (Daniel)