Responi Megawati, Haidar Alwi Minta PDIP Tak Paksakan Kehendak Soal Polri di Bawah Kemendagri atau TNI

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi menilai, PDI Perjuangan (PDIP) tidak bisa memaksakan kehendak untuk mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri atau TNI.

Hal itu disampaikan Haidar merespon pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dalam sebuah acara di Jakarta pada Kamis (12/12/2024) lalu.

banner 728x90

“Tidak bisa dipaksakan karena mayoritas publik menolak. Mulai dari aktivis, mahasiswa, pakar, pengamat hingga 7 dari 8 fraksi di DPR tidak setuju. Yang setuju hanya PDIP dan tokoh-tokoh yang terafiliasi dengannya,” kata Haidar, Sabtu (14/12/2024).

Meskipun wacana tersebut telah bergulir sejak belasan tahun lalu dan selalu timbul-tenggelam, namun kali ini motivasinya patut dipertanyakan.

Sebab, jelas Haidar, PDIP mulai gencar setelah mengalami kekalahan pada pemilu 2024 dan menjadikan Polri sebagai salah satu “kambing hitamnya”, baik dalam pilpres maupun pilkada.

Padahal sebelumnya, PDIP menyebut kalau mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri atau TNI adalah sebuah kemunduran.

Bahkan, lanjut Haidar, cawapres yang diusungnya, Mahfud MD pernah mengatakan reformasi kepolisian tidak perlu perubahan posisi institusi.

“Sikap PDIP yang bertolak-belakang ini, sebelum dan sesudah kekalahan di pemilu membuat motivasi usulannya patut dipertanyakan. Apakah betul demi penegakan hukum yang lebih baik atau hanya karena sakit hati kepada Jokowi dan Kapolri yang terang-terangan diumbarnya ke publik? Biar rakyat yang menilai,” jelas Haidar.

Haidar tidak membantah bila ada oknum anggota polisi yang ikut cawe-cawe dalam pemilu, akan tetapi keterlibatan oknum tidak bisa dikatakan keterlibatan institusi.

“Sebab, sikap Polri secara institusi adalah netral dan profesional sebagaimana yang telah ditegaskan berkali-kali oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Lagipula, tuduhan pengerahan aparat dalam pemilu tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi,” terang Haidar.

Pun demikian dengan kasus-kasus yang melibatkan anggota polisi. Ketegasan Kapolri dalam hal ini adalah dengan memastikan sanksi bagi jajarannya yang terbukti melakukan pelanggaran. Tidak hanya sanksi etik tapi juga sanksi pidana.

“Bukan cuma berlaku bagi yang berpangkat rendah melainkan juga bagi perwira tinggi yang berpangkat jenderal. Misalnya Ferdy Sambo, Napoleon Bonaparte, Prasetijo Utomo, Teddy Minahasa, dan lain-lain. Jadi, kalau Megawati bilang tidak ada jenderal yang dihukum, saya kira salah ya,” ungkap Haidar.

Dirinya membaca Megawati bermaksud menyasar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar ikut dihukum atas kasus yang menjerat anak buahnya.

Pasalnya, beber Haidar, Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam, Napoleon Bonaparte sebagai Kadiv Hubinter dan Teddy Minahasa sebagai Kapolda bertanggung jawab langsung kepada Kapolri.

Apalagi, tambah Haidar, belum lama ini PDIP juga sempat mendesak supaya Presiden Prabowo Subianto mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dan Megawati mengakui wacana tentang Polri yang disuarakan partainya adalah atas permintaannya.

“Kalau begitu, Megawati juga bertanggung jawab atas Harun Masiku dan Jualiari Batubara. Karena atasan bertanggung jawab atas bawahan. Tetapi kalau atasan tidak terlibat masa mau dihukum juga? Kan makna tanggung jawab tidak sesempit itu. Bisa dengan memastikan sanksi seperti yang dilakukan Kapolri atau bisa dengan menyerahkan kepada proses hukum seperti yang dilakukan Megawati atas kadernya yang bermasalah. Begitu,” pungkas Haidar Alwi. (Daniel)

Tinggalkan Balasan