Singgung Perilaku Bisnis, Komisi II DPR Kritik BUMD Belum Sejahterakan Masyarakat Desa

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Kalangan Komisi II DPR RI mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI membuat code of conduct terkait perilaku bisnis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Dengan kata lain, etika bisnis BUMD harus dibenahi ke depan agar dapat dirasakan masyarakat secara langsung, sehingga BUMD memberikan sumbangsih yang signifikan pada potensi dan pendapatan daerah, serta meningkatkan layanannya kepada masyarakat di daerah,” kata Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Mendagri Tito Karnavian dan Badan Pengelola Perbatasan (BNPP) di Jakarta, Senin (3/2/2025).

banner 728x90

Lebih jauh, Politisi Golkar itu menceritakan fenomena BUMD pengelola air minum (PDAM) yang mengambil sumber air dari sebuah desa tertentu, dan kemudian disalurkan kepada pelanggannya di kota-kota besar, namun desa tersebut tidak mendapatkan manfaat dari BUMD tersebut.

“Saya ungkapkan Pak, desa itu mengalami kekeringanan, mandi susah, air minum susah, harusnya kalau ada hasil bisnisnya, misalnya CSR itu bisa dibelikan pompa untuk masyarakat,” ujar Irawan.

Oleh karena itu, Irawan meminta Kemendagri sebagai pembina BUMD perlu membuat aturan yang jelas, sehingga BUMD bisa menyejahterakan masyarakat.

“Jadi kemendagri perlu membuat kebijakan soal bisnis BUMD tersebut,” ucap Irawan.

Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengakui memang bisnis BUMD itu perlu dibedah satu persatu.

Karena itu, jelas Tito, pihaknya meminta dukungan dari DPR RI. .

“Nanti kalau ada rapat gabungan dengan Men PAN RB, mohon dukungan, karena kita sudah mengajukan soal masalah ini,” tutur Irawan.

Lebih jauh, Tito juga mengusulkan agar kewenangan BUMD jangan ditangani sekelas Kasubdit.

“Karena kurang kuat kewenangan, seharusnya sekelas direktur, tapi bukan Dirjen. Kami akui, harusnya memang masalah BUMD ini menjadi kewenangan Komisi II DPR,” imbuh Tito.

Tito menyebut dari 1.060 BUMD di tanah air, tak sedikit di antaranya yang keberadaannya hanya menjadi beban APBD.

“Itu memerlukan pengawasan dari pusat karena kepala daerahnya ganti-ganti, dari 1.060 (BUMD) kami sudah pernah sampaikan hampir 50 persen itu tidak sehat, bahkan ada yang rugi, tapi enggak ditutup, jalan terus, akibatnya APBD-nya mensubsidi terus,” tukas Tito.

Tito menyebut usulan tersebut sudah pernah diajukan kepada Kemenpan RB.

“Kami sudah pernah ngajukan supaya BUMD ini jangan ditangani setingkat Kasubdit, kurang enggak ada giginya, tapi Dirjen juga memikirkan banyak sekali permasalahan sehingga dinaikkan saja mungkin statusnya menjadi minimal direktur ” tukas Tito.

“Dengan direktur menjadi lebih fokus dan lebih serius untuk membedah seluruh BUMD yang ada ini,” pungkas Tito Karnavian. (Daniel)

Tinggalkan Balasan