Kalau kau tidak setia, kalau kau menghalangi kebijakan-kebijakan yang untuk membantu rakyat Indonesia, saya akan tindak saudara-saudara sekalian.
Pernyataan tegas Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Harlah ke-102 NU di Istora Senayan itu belum menjadi indikasi kuat adanya reshuffle kabinet.
Ada dua kriteria yang dijadikan dasar Prabowo untuk menindak kabinetnya, yaitu tidak setia dan kebijakannya tidak pro rakyat.
Soal tidak setia, bisa jadi Prabowo sudah mengendus ada menterinya yang loyalitasnya ganda atau mendua. Menteri tersebut punya nahkoda bukan hanya pada Prabowo, tapi ada sosok lain yang menjadi acuannya dalam bekerja dan mengambil kebijakan.
Para menteri tersebut memang sudah seharusnya ditindak. Sebab, menteri tersebut berpeluang akan terus merongrong Prabowo melalui kebijakannya.
Menteri tersebut seharusnya sudah diketahui Prabowo. Karena itu, Prabowo tampaknya sengaja memberi sinyal tegas agar menterinya hanya setia kepadanya dan negaranya.
Dua, Prabowo akan menindak menteri yang kebijakannya tidak pro rakyat. Menteri seperti ini tentu tidak sejalan dengan visi dan misi Prabowo.
Penegasan Prabowo itu bisa saja memberi sinyal kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait kebijakannya gas elpiji 3 kg. Kebijakan kontroversial ini dinilai sangat tidak berpihak kepada rakyat.
Prabowo dengan pernyataannya itu bisa jadi sebagai teguran keras kepada Bahlil. Pernyataan itu juga ditujukan kepada menteri lain agar tetap sejalan dengannya dalam membuat kebijakan yang pro rakyat.
Jadi, Prabowo tampaknya baru sekedar memberi peringatan keras kepada para menterinya yang tidak setia dan kebijakannya tidak pro rakyat. Peringatan itu belum akan akan berlanjut pada reshuffle. Sebab, Prabowo masih berharap menteri tersebut bisa berubah. Karena itu, dalam waktu dekat ini tampaknya belum ada reshuffle kabinet. (Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul dan Dekan Fikom IISIP 1996-1999 *)