JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) bersinergi dalam menuntaskan proyek IKN. Masing-masing instansi itu mendapatkan anggaran untuk melaksanakan pembangunan.
Toha mengatakan, Kementeri PU dan OIKN mempunyai tugas masing-masing dalam membangun proyek IKN.
Menurut Toha, Kementerian PU mempunyai tanggung jawab membangun jalan tol, jalan sekitar, dan sarana prasarana pendukung IKN.
“Sedangkan OIKN mendapat tugas membangun berbagai gedung di dalam IKN. Pada 2025-2028, pelaksanaan proyek difokuskan pada pembangunan gedung legislatif dan yudikatif,” kata Toha, Rabu (19/2/2025).
Ditargetkan, ungkap Toha, Kompleks Parlemen dan Gedung Yudikatif sudah rampung pada 2028.
“Muncul persoalan sinergitas antara Kementeri PU dan OIKN. Maksud saya, kalau 2028 itu jalan tolnya belum jadi misalnya, apakah Gedung DPR harus jadi? Apakah mungkin gedung DPR belum jadi, tapi jalan tol sudah jadi,?,” tanya Toha.
Untuk itu, lanjut legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu, OIKN dan Kementerian PU harus bersinergi dalam penentuan waktu pelaksanaan pembangunan.
Artinya, jelas Toha, anggarannya harus tersedia.
“Misalnya, pada 2028, jalan tol sudah harus selesai, maka Kementerian PU harus diberikan anggaran untuk menyelesaikan proyek tersebut,” terang Toha.
Dampak dari efisiensi anggaran, Kementerian PU memangkas anggaran untuk IKN, dari pagu awal Rp60,6 triliun menjadi Rp14,87 triliun. Sedangkan OIKN sendiri mendapatkan anggaran yang semula Rp6,3 triliun menjadi Rp5,2 triliun. Anggaran itu belum termasuk Rp8,1 triliun yang akan digunakan untuk membangun gedung legislatif dan yudikatif.
“Jadi, koordinasi antara OIKN dan Kementerian PU harus lebih efektif. Misalnya, kamu bangun apa? Aku bangun ini. Kalau ini saja yang selesai, akhirnya tidak berguna. Kalau yang jadi hanya sarana prasarana, pasti nanti tidak berguna,” tutur mantan Wakil Bupati Sukoharjo dua periode itu.
Toha juga menyoroti terkait investor IKN. Menurutnya, pemerintah harus betul-betul mengecek track record investor.
“Sebab, banyak investor yang juga menjadi spekulan tanah. Jadi, mumpung tanah masih murah, mereka kemudian membeli 100 hektar tanah. Mereka pun berjanji membangun perumahan,” jelas Toha.
Tetapi, tutur Toha, selama setahun, mereka hanya membangun lima unit rumah.
“Jadi, mereka hanya berpura-pura menjadi investor, padahal mereka ingin menguasai tanah di IKN. Ketika ada investor lain yang ingin masuk, mereka akan terhalang dengan adanya spekulan yang mengaku sebagai investor itu,” ucap Toha.
“Mohon cek investor. Kita jangan senang dulu dengan investor. Banyak investor yang spekulan juga. Mumpung tanahnya murah, mumpung diharapkan OIKN. Pemerintah supaya berhati-hati dan melihat track record investor,” sambung Toha.
Anggota DPR RI empat periode itu juga mengkritik rumah menteri yang ukurannya cukup kecil. Berbeda dengan rumah dinas menteri di Widya Chandra Jakarta yang cukup luas dan dilengkapi dengan ruang pertemuan. Sedangkan rumah dinas menteri di IKN lebih kecil.
“Saya lihat rumah menteri kecil. padahal lahannya luas. Sedangkan rumah dinas menteri di Widya Chandra itu lahannya tidak terlalu luas, tapi rumahnya besar. Ada ruang pertemuan, karena rumah menteri biasanya digunakan nongkrong para elite,” tuntas Mohammad Toha. (Daniel)