JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta Haris Rusly Moti mengingatkan publik terkait adanya kepentingan geopolitik di tengah kondisi sosial bernegara.
Menurut Haris, hal tersebut sepatutnya untuk diwaspadai bersama oleh seluruh komponen bangsa tanpa terkecuali, sebab pengaruh geopolitik nantinya berpotensi melahirkan eskalasi politik.
“Kepentingan geopolitik berpotensi mulai menunggangi situasi sosial untuk menciptakan eskalasi politik. Sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang menjadi dasar dan arah pemerintahan Prabowo berpotensi mengundang masuknya tangan-tangan senyap menciptakan situasi eskalatif,” kata Haris kepada para wartawan, Kamis (20/2/2025).
Haris mengungkapkan, sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang dibangun di atas dasar dan arah Pembukaan UUD NRI 1945 itu, yakni keputusan bergabungnya Indonesia menjadi anggota BRICS, pembentukan Danantara dan Bank Emas, kewajiban penempatan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di dalam negeri, efisiensi untuk mengendalikan utang luar negeri dan mencegah kebocoran, dan program hilirisasi komoditi.
Pada masa lampau, menurut Haris, tangan-tangan geopolitik masuk secara terbuka melalui lembaga donor kepada sejumlah organisasi konvensional, seperti LSM dan ormas.
Tujuannya, beber Haris, dalam rangka mendikte arah kebijakan pemerintah.
Namun kini, tutur Haris, pola tersebut tampak berbeda jika dilihat secara komprehensif.
“Saya melihat saat ini berbeda, polanya dengan melakukan rekayasa salah paham terhadap sejumlah kebijakan pemerintah untuk membenturkan masyarakat dan mengobarkan kemarahan publik melalui social media dan open source,” ulas Haris.
Akan tetapi, lanjut Haris, jiwa patriotik Presiden Prabowo menempatkannya tidak pernah memecah belah dan membenturkan masyarakat untuk urusan kekuasaan.
“Seperti yang pernah terjadi kemarin kemarin, masyarakat diaduk aduk melalui influencer dan buzzer, membenturkan kelompok si anu dengan kelompok si ono,” sebut Haris.
Apabila protes dan kritik bermunculan, Haris meyakini itu karena salah paham terhadap kebijakan strategis pemerintah.
Menurut Haris, dasar dan arah terobosan Presiden Prabowo sudah tepat dengan sejumlah kebijakan strategisnya, tetapi membutuhkan pemahaman, penyesuaian dan penyempurnaan di tingkat implementasinya.
“Jangankan mahasiswa dan masyarakat luas, bahkan para pemangku kebijakan di pusat hingga daerah saja masih membutuhkan pemahaman dan penyesuaian dalam pelaksanaan terhadap program strategis tersebut,” kata Haris.
Oleh karena itu, Haris menuturkan, wajar jika terjadi anomali dan keanehan gerakan mahasiswa.
Sebagai contoh, lanjut Haris, isu yang diangkat gerakan mahasiswa justru mempersoalkan soal efisiensi.
Padahal, jelas Haris, efisiensi itu ditujukan untuk mencegah kebocoran dan mengendalikan utang luar negeri yang sudah menggunung.
“Menurut saya ini anomali, karena persoalan utang luar negeri serta kebocoran dan korupsi adalah isu yang puluhan tahun justru diperjuangkan oleh gerakan sosial di Indonesia. Anomali seperti ini bisa saja terjadi karena salah paham. Bisa juga terjadi karena adanya rekayasa salah paham oleh kepentingan geopolitik dan kekuatan kapital dan raja kecil dalam negeri yang dirugikan oleh kebijakan tersebut,” papar Haris.
Meski begitu, Haris sependapat dengan kritik, anggaran pendidikan termasuk anggaran riset dan kajian mestinya tidak menjadi objek efisiensi.
Sebab, terang Haris, roh atau nyawanya pendidikan tinggi itu ada pada riset, inovasi dan pengabdian.
“Jika pun ada efisiensi terhadap anggaran pendidikan, mesti dilakukan secara hati-hati agar tidak mengurangi kualitas pendidikan, termasuk kesejahteraan para pendidik, akibat berkurangnya biaya pendidikan,” tegas Haris.
Haris optimistis rekonstruksi efisiensi anggaran yang sedang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI akan berpihak pada kemajuan pendidikan nasional, selain itu juga untuk juga kemajuan riset dan inovasi yang dipimpin oleh kampus-kampus.
Dengan begitu, ucap Haris, Indonesia dapat tampil menjadi bangsa inovator, bukan bangsa yang hanya bisa pakai produk teknologi asing.
“Saya yakin kritik dan masukan terkait efisiensi biaya pendidikan pasti mendapat perhatian presiden Prabowo. Karena memang betul, yang kita bangun adalah jiwa dan raga pelajar dan mahasiswa kita. Kewajiban untuk memenuhi gizi pelajar sekaligus menjaga agar kualitas pendidikan dan fasilitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak dikurangi,” tukas Haris.
Haris mengingatkan, jangan sampai pemerintah melakukan efisiensi anggaran dengan menghapus beasiswa untuk memberi makan gizi gratis kepada pelajar di sekolah sekolah anak kelas menengah yang sudah kelebihan gizi.
Dirinya menyatakan, kritik dan masukan seperti itu sudah dijawab oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Sufmi Dasco Ahmad, yakni tidak ada efisiensi yang mengurangi bea siswa dan kualitas pendidikan tinggi.
“Presiden Prabowo saya yakin akan konsisten melaksanakan efisiensi pada sektor sektor yang menerima anggaran realokasi dan refocusing anggaran hasil penghematan. Saya yakin efisiensi akan dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis. Kritik terkait tata kelola, akuntabilitas dan efisiensi pelaksanaan makan bergizi gratis dipastikan akan direspons secara baik oleh pemerintah,” pungkas Haris Rusly Moti. (Daniel)