JAKARTA – Danau Toba tidak dapat dipisahkan dari Bangso Batak dan Tanah Batak lestari dan masyarakat (Bangso Batak) sejahtera apabila Danau Toba dan lingkungannya terpelihara dengan baik.
Melihat prilaku Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap masyarakat (Bangso Batak) akhir-akhir ini, khususnya mengenai portal milik TPL yang menutupi akses jalan masyarakat (Bangso Batak), apalagi akses tersebut banyak digunakan oleh masyarakat (Bangso Batak) untuk menuju ladang mereka masing masing, tentunya bertentangan dengan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang secara tegas melindungi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” sekaligus juga bertentangan Pasal 6 UU No 5/1960 (UU Agraria) yang secara tegas mengatur bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
“Prilaku TPL tersebut juga mendapatkan perhatian khusus dari pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu. Pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu menyerukan yang pada pokoknya meminta agar Portal-Portal yang menutupi akses jalan masyarakat (Bangso Batak), segera dibuka sehingga warga dapat menuju ladang mereka masing-masing untuk mencari nafkah,”ujar Ketua Umum YPDT Maruap Siahaan, kepada wartawan, Jumat (21/2/2025).
Menurut Maruap, seruan tersebut sejalan dengan Amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria ternyata sejalan dengan
Seruan tersebut juga dapat diartikan sebagai puncak penolakan umat gereja terhadap prilaku TPL kepada masyarakat (Bangso Batak).
Dia mengatakan, kehadiran Pimpinan HKI dan HKBP tersebut bagi YPDT merupakan suara nabiah atau suara Tuhan yang mengingatkan/menegur TPL sekaligus perwujudan suara jemaat HKBP dan HKI yang ada di seluruh dunia terhadap prilaku TPL kepada masyarakat (Bangso Batak).
“Ini suara jemaat HKBP dan HKI di seluruh dunia !!!. Setelah Puluhan Tahun konflik rakyat dengan TPL kali ini Ephorus HKI dan HKBP langsung turun ke titik sengketa karena TPL secara hukum patut diduga kuat tidak mentaati apa yang telah diamanatkan oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria terhadap masyarakat (Bangso Batak) di tanah Batak,”tandas alumni Institute Teknologi Bandung itu.
Disamping itu, lanjut Maruap, TPL juga telah merendahkan martabat ciptaan-Nya sekaligus menolak pemberian Tuhan kepada manusia yakni bumi sebagai rumah yang nyaman dan makna Theologis sebagai Penyataan Umum Sang Pencipta.
“Penyerobotan hak hidup Ini tentunya kedurhakaan terhadap ciptaanNya dan Sang Pencipta,”tegas Maruap.
Oleh karena YPDT, Maruap mengatakan, merupakan bagian integral perjuangan bersama Bangso Batak untuk menjadikan Tanah Batak khususnya Danau Toba menjadi Tao na Uli, Aek Natio, Mual Hangoluan, dengan ini juga menyerukan agar TPL mendengarkan seruan dari Pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu yang ternyatakan juga sejalan dengan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria.
“Apabila TPL menolak, maka YPDT yang merupakan bagian integral perjuangan bersama Bangso Batak untuk menjadikan Tanah Batak khususnya Danau Toba menjadi Tao na Uli, Aek Natio, Mual Hangoluan berhak untuk mengajukan tuntutan kepada Pemerintah agar Pemerintah menghentikan atau melakukan penutupan paksa terhadap seluruh aktivitas PT. TPL di tanah Batak,”tegas Maruap.
Menurut dia, ada cukup alasan untuk menghentikan atau menutup paksa seluruh aktivitas PT. TPL di tanah Batak. Bumi, air dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Akan tetapi sebaliknya, menurutnya, TPL telah merampas itu dan mengeksploitasi pemberian Tuhan kepada Bangso Batak dan menikmatinya ditengah penderitaan rakyat (Bangso Batak) di Tanah Batak.
“Jika Negara tidak turut andil menyelesaikan permasalahan ini, maka YPDT memandang bahwa Negara GAGAL menjalankan fungsinya dan melindungi rakyatnya khususnya di tanah Batak. YPDT menyerukan seluruh rakyat untuk membangun solidaritas melawan TPL,”tegas Maruap.
Maruap juga mengimbau, agar Pemerintah Kabupaten di Tanah Batak harus bersatu padu melawan TPL dan melindunginya rakyat sesuai amanat konstitusi UUD Tahun 1945 dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya, YPDT bersama elemen rakyat bersatu membuat perlawanan termasuk dan tidak terkecuali mengambil pilihan mengajukan gugatan di Pengadilan.
“YPDT mengundang Advokat dari seluruh lapisan yg mencintai kehidupan yang bersedia secara probono untuk melakukan gugatan melawan TPL untuk menghentikan “kedurhakaan” TPL terhadap Bangso Batak di tanah Batak,”ujarnya.
Sebelumnya, Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt Dr Victor Tinambunan MST angkat bicara soal pemblokiran akses jalan menuju lahan pertanian milik masyarakat Dusun Nagasaribu Siharbangan, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL). Dia meminta agar portal tersebut segera dibuka.
Ephorus mengatakan, TPL jangan lagi melakukan penutupan jalan ataupun pendataan yang tidak diperlukan sebab lokasi tersebut merupakan jalan umum yang biasa dilalui oleh masyarakat Dusun Nagasaribu. Terlebih akses tersebut sarana vital warga karena terkait mata pencaharian warga setempat.
“Permasalahan ini sudah terjadi selama beberapa waktu belakangan, namun tidak kunjung menemui titik terang, jadi mohon kepada pihak TPL agar membuka pemblokiran akses jalan,” jelas Ephorus dalam keterangan resmi HKBP seperti yang dilansir dari Surat kabar harian Sinar Indonesia Baru, Senin (17/2/2024).
Pdt Viktor juga menekankan, agar TPL menindaklanjuti percakapan yang sebelumnya telah disepakati oleh Bupati Taput dan warga Nagasaribu terkait revisi luasan tanah tersebut.
Sebenarnya katanya, Ephorus mengunjungi lokasi pemalangan jalan di Nagasaribu karena keluhan jemaat dan masyarakat.
“Awalnya memang karena pimpinan HKBP mendengar keluhan jemaat usai ibadah di HKBP Nagasaribu Ressort Onan Runggu, Distrik II Silindung,” ucapnya.Sebelum meninggalkan lokasi, Pdt Viktor juga berpesan jangan ada kekerasan yang terjadi dalam menyikapi permasalahan baik kekerasan fisik maupun verbal.
Secara terpisah, Ephorus Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI), Pdt Firman Sibarani MTh mengecam keras PT TPL yang memblokir akses jalan menuju lahan pertanian milik masyarakat Dusun Nagasaribu Siharbangan, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput)Pernyataan kecaman tersebut diunggah lewat akun media sosial Facebook @delima silalahi dengan narasi dikutip Rabu, 19/2/2025, “Ketika Negara Tak Berdaya”.
Bahkan katanya, masyarakat dahulu kala juga memanfaatkan jalan itu untuk belanja sampai ke Kabupaten Toba Kecamatan Balige.”Jadi kasihan masyarakat di sini. Memang semestinya pemerintah sudah harus membangun jalan ini untuk masyarakat supaya masyarakat bisa ke ladangnya dan hidup sejahtera. Bukan malah menutup jalan seperti ini” ujarnya. (Ralian/dbs)