JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha merespon Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait efisiensi anggaran yang akan menjadi pedoman kepala daerah dalam menjalankan APBD 2025.
Dirinya meminta agar penghematan anggaran itu tidak menyebabkan terjadinya pemberhentian pegawai honorer.
SE bernomor 900/833/SJ tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 itu diterbitkan pada Minggu (23/2/2025) lalu.
Toha mengatakan, Surat Mendagri sejalan dengan Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD 2025.
“Semangatnya adalah pengurangan belanja. Pemerintah daerah untuk kegiatan yang tidak penting, seperti perjalanan dinas yang tidak diperlukan dan pengalokasian anggaran yang lebih efektif untuk sektor-sektor yang lebih penting, seperti pendidikan dan kesehatan,” kata Toha kepada para wartawan, Jumat (28/2/2025).
Yang harus dipertimbangkan, imbuh Toha, efisiensi anggaran akan berdampak pada perputaran ekonomi, pelayanan publik, dan pengurangan lapangan pekerjaan.
“Ada simbiosis mutualisme, dampak dari setiap kebijakan akan menjalar ke semua sektor. Bila dampaknya sampai pada PHK pegawai, maka rakyat yang menjadi korban terbesarnya,” terang Toha.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu mengungkapkan kekhawatiran yang tersiar mengenai nasib tenaga honorer atau pegawai P3K paruh waktu di daerah.
Jika penghematan itu mengakibatkan PHK, jelas Toha, maka dampaknya akan sangat buruk, karena pegawai itu memiliki keluarga yang harus diberi nafkah.
“Jika mereka diberhentikan, lalu siapa yang mencari nafkah. Istri dan anak-anaknya akan merasakan dampaknya. Kami berharap hal itu tidak terjadi di daerah,” ungkap mantan Wakil Bupati Sukoharjo dua periode itu.
Toha menyatakan, efisiensi ini dilakukan hanya sebagai cara menyelesaikan transisi ekonomi yang bersifat sementara.
Dirinya berharap langkah yang tidak populer ini diambil pemerintah sebagai jalan menyelamatkan ekonomi untuk mensejahterakan rakyat sesuai Program Asta Cita Presiden Prabowo.
Anggota DPR RI empat periode itu menjelaskan, SE Mendagri itu pasti membingungkan bagi kepala daerah yang baru dilantik.
Mestinya, ingat Toha, ada pola komunikasi atau penyampaian kebijakan yang lebih baik.
“Bagi kepala daerah, memang tidak ada alasan untuk tidak patuh. Tapi sekarang masih berlangsung retret untuk kepala daerah, dan sebagai mitra Komisi II DPR RI, mengapa kebijakan ini tidak dibahas dulu secara terbuka agar rakyat mengerti atau dapat mengikuti dan memahami?,” tukas Toha.
Menurut Toha, saat ini gejolak masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang dirasakan belum pro rakyat terjadi di banyak daerah.
“Akhir-akhir ini masyarakat mulai merasakan pola penyampaian kebijakan pemerintah terkesan top down, semangat ini sudah melenceng dari cita-cita demokrasi yang bottom up,” tutup Mohammad Toha. (Daniel)