JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Langkah Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) meminta pendamping desa untuk mengundurkan diri karena maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 lalu mengundang sorotan banyak kalangan. Langkah tersebut dinilai bersifat politis dan tidak mempunyai dasar hukum jelas.
“Kami menilai langkah Kemendes PDT meminta para pendamping desa yang maju menjadi caleg pada Pemilu 2024 untuk mengundurkan diri tidak berdasar dan terkesan bernuansa politis. Langkah ini menurut kami hanya memicu kegaduhan di tengah usaha keras Presiden Prabowo mewujudkan berbagai program prioritasnya,” ujar Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin Asmoro, Sabtu (1/3/2025).
Syafiuddin menjelaskan rujukan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ke UU Nomor 23/2017 tentang Pemilu Pasal 240 huruf K sebagai dasar untuk meminta pendamping desa mundur gara-gara maju sebagai Caleg tidak berdasar.
“Dalam ketentuan tersebut memang disebutkan syarat khusus bagi para caleg di mana jika mereka adalah kepala daerah, TNI, Polri, pegawai kementerian/lembaga, maupun karyawan BUMN harus mengundurkan diri. Tetapi pendamping desa ini bukan karyawan Kemendes PDT. Mereka ini adalah tenaga profesional yang dikontrak untuk kurun waktu tertentu. Dengan demikian tidak masuk klasifikasi yang harus mengundurkan diri,” papar Syafiuddin.
Persoalan tafsir persyaratan caleg dari unsur pendamping desa, lanjut Syafiuddin, pernah menjadi polemik jelang Pemilu 2024.
XPada saat itu KPU melalui surat bernomor 740/PL.01.4-SD/ 05/23 menegaskan jika tenaga profesional pendamping desa boleh mengikuti proses pencalegan tanpa harus mengundurkan diri karena bukan merupakan karyawan atau pegawai dari Kemendes PDT. Jadi kalau sekarang tiba-tiba hal itu dipersoalkan agak aneh,” tutur Syafiuddin.
Lebih jauh, Syafiuddin merasa ada beberapa kejanggalan dari keputusan sepihak Kemendes PDT untuk minta pendamping desa yang maju sebagai caleg pada Pemilu 2024 harus mundur.
“Pertama dari segi waktu, di mana keputusan ini harusnya diambil pada saat menjelang Pemilu bukan setelah Pemilu. Kedua keputusan ini terkesan tiba-tiba dengan alasan dicari-cari. Saya curiga ini hanya upaya untuk menyingkirkan pendamping desa yang memiliki pilihan politik berbeda dari Menteri Desa,” timpal Syafiuddin.
Legislator asal Jawa Timur XI ini menilai seharusnya Menteri Desa Yandri Susanto dan jajaran Kemendes PDT fokus mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Syafiuddin, di tengah meningkatnya sorotan publik kepada pemerintah harusnya menteri tidak mengambil kebijakan yang bisa memicu kegaduhan publik.
“Harusnya kan Pak Menteri fokus untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis, program swasembada pangan, maupun swasembada energi yang ditetapkan Pak Prabowo kenapa harus memicu kegaduhan baru,” pungkas Syafiuddin Asmoro. (Daniel)