PERADI Usulkan dalam Draft RUU KUHAP Profesi Advokat Harus Punya Hak Imunitas

JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Dr. Luhut MP Pangaribuan,SH.,LL.M mengusulkan agar advokat mendapat imunitas profesi. Sehingga bila advokat yang melanggar aturan dapat ditindak terlebih dulu oleh semacam lembaga etik internal organisasi advokat.

“Ini rumusan kami yang konkret, yaitu imunitas profesi advokat. Agar dimasukkan juga dalam RUU KUHAP,” kata Luhut, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan agenda masukan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan Komisi III DPR di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (5/3/2/2025).

banner 728x90

Luhut meminta agar advokat yang melanggar aturan tidak langsung ditindak secara pidana. Akan tetapi, perlu diperiksa melalui dewan etik terlebih dulu.

“Apabila advokat, ketika menjalankan profesinya melanggar Pasal 16 Undang-Undang Advokat, advokat itu diajukan terlebih dahulu dan atau diperiksa terlebih dahulu oleh Dewan Kehormatan,” ujarnya.

Luhut kemudian menyinggung kasus pembunuhan yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Diketahui, Sambo terbukti membunuh ajudannya, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

“Bilamana telah dinyatakan selain pelanggaran etik tapi juga suatu tindak pidana, maka advokat yang bersangkutan disampaikan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti pemeriksaannya sesuai hukum acara pidana. Rumusan ini adalah ekuivalen dengan prosedur dugaan pelanggaran oleh penyidik Polri saat ini,” tandas Luhut.

“Misalnya Sambo, sudah ketahuan nembak orang. Kan dibawa ke etik dulu kan, baru kemudian dibawa pidana, kan gitu. Jadi tidak kemudian ujug-ujug pidana, padahal sudah nembak mati kan itu polisi-polisi itu dan lain sebagainya,” tandasnya.

Luhut juga meminta DPR menggagap organisasi advokat merupakan bar association. Di negara-negara dengan sistem hukum Anglo-Amerika, bar association merupakan organisasi profesi untuk pengacara. Dia meminta agar advokat tidak hanya dipandang sekadar organisasi biasa.

“Rumusan ini adalah ekuivalen dengan prosedur dugaan pelanggaran oleh penyidik Polri saat ini,” ucapnya.

Salah satu advokat Maqdir Ismail, mengusulkan agar penahanan tersangka sebaiknya dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan, salah satunya agar rumah tahanan tidak penuh.

“Saya mengusulkan dan saya lebih cenderung penahanan itu boleh dilakukan sesudah ada putusan, kecuali ada pengecualian, misalnya terhadap orang-orang yang tidak jelas alamatnya dan tidak jelas pekerjaannya,” kata Maqdir, dalam paparannya.

Sementara itu, bagi tersangka yang jelas alamat rumahnya, menurut dia sebaiknya tidak perlu ditahan, apalagi jika bukti yang menjerat orang tersebut belum kuat. Ia menilai, hal ini perlu dipertimbangkan dalam RUU KUHAP agar rumah tahanan (rutan) tidak penuh.

“Kan ada beberapa orang teman yang mengatakan bahwa orang disusun seperti sarden. Ini menurut hemat saya merupakan suatu bentuk pelanggaran hak asasi kalau ini dibiarkan,” ucap dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengemukakan, draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari DPR ditargetkan selesai pada April 2025.

“Saran saya dari beberapa poin tadi, ini bulan Maret, April, Mei, Juni. April harusnya selesai draft dari DPR,” ucap Hinca Panjaitan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Komisi III sedang menjaring aspirasi dari pakar hingga advokat guna menyusun draf KUHAP. Setelahnya, setiap fraksi di Komisi III akan bertukar pikiran dengan pemerintah.

“Setelah itu, ini draft kita lepas ke partisipasi publik dan partisipasi publik dari para advokat adalah membuat norma-norma itu secara detail kepada kita,” ujar dia. (Ralian)

Tinggalkan Balasan