Deprecated: Creation of dynamic property WpBerita_Breadcrumbs::$settings is deprecated in /home/jakartane/public_html/wp-content/themes/wpberita/inc/class-wpberita-breadcrumbs.php on line 26

Kapan Giliran Pejabat DKI Penerima Bancakan Pembebasan Lahan Cipayung?

Kejati DKI Tetapkan LDS Tersangka 

Penggeledahan dan Penyitaaan di Kantor dan Kediaman LDS. (Ist)

JAKARTANEWS.ID -JAKARTA: Akhirnya, oknum Notaris LDS dijadikan tersangka Perkara Mafia Tanah Cipayung, Jakarta Timur oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Bahkan, tersangka dijerat Pasal 2, ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor No:31/1999 yang diubah dengan UU No:20/2001 dengan ancaman hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.

Lalu, kapan giliran Oknum Pejabat DKI yang kecipratan uang hasil penyunatan ganti rugi sebesar Rp17, 7 miliar dijadikan tersangka ?

Kasipenkum Ashari Syam mengatakan
penetapan tersangka sesuai Surat Penetapan Tersangka No: TAP-58/M.1/ Fd.1/06/2022, tanggal 13 Juni.

“Oknum Notaris dijadikan tersangka terkait dugaan pengaturan dan atau pembentukan harga terhadap 8 pemilik 9  bidang tanah, di Kelurahan Setu, Cipayung,” katanya, Selasa (14/6).

Tersangka diduga memberikan uang ganti rugi sebesar Rp1,6 juta per meter dari seharusnya Rp2,7 juta. Sisa uang ganti rugi  Rp17,7 miliar diberikan ke oknum Pejabat Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta.

Oknum Notaris LDS diduga Linda Darlinah Siran ?

Penanganan perkara terhadap LDS berjalan cukup panjang. Kejati DKI harus menunggu 30 hari guna memeriksanya, awal April 2022 paska surat dilayangkan ke Majelis Kehormatan Notaria DKI.

Setelah meyakini dugaan keterlibatan LDS, Kejati DKI menggeledah dan sita bukti transfer di kantornya, Pondok Kelapa dan kediaman, di Bekasi, Jumat (20/5).

Lalu, melakukan pencegahan ke luar negeri, sejak Selasa (24/5) bersama empat orang lain, terdiri Mantan Pejabat Distamhut DKI dan Swasta, yakni HH, HSW, PEN dan JFR.

Penetapan tersangka terakhir terhadap oknum Notaris dalam perkara tindak pidana korupsi, adalah Zaenal Abidin dalam Perkara Penjualan Lahan Status Sita, di Jatinegara, Jakarta Timur yang disidik oleh Kejaksaan Agung.

Tersangka kemudian meninggal dunia dalam status tahanan, karena sakit saat perkaranya tengah dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor di PN. Jakarta Pusat.

SWASTA

Dalam keterangannya,  Ashari juga menyampaikan Tim Penyidik Mafia Tanah Cipayung juga telah menerbitkan Surat Penetapan Tersangka No:59/M.1/ Fd.1/06 atas nama MTT. Status Swasta.

“Tersangka diduga yang mengucurkan uang hasil sisa ganti rugi sebesar Rp17, 7 miliar ke pihak (Pejabat, Red) Distamhut DKI Jakarta dan pihak lainnya, ” tuturnya.

Dalam keterangannya, Ashari tidak menjelaskan Pejabat Distamhut DKI dan Pihak Lain yang menerima kucuran hasil pembebasan lahan di Setu, Cipayung.

Juga, tidak disinggung tentang belum ditetapkannya penerima uang hasil korupsi sebagai tersangka.

“Tersangka LDS dan MTT bekerjasama dalam pembebasan lahan, di Setu, Cipayung, Tahun 2018. Lalu, sisa uang ganti rugi diberikan kepada pihak Distamhut DKI dan pihak lainnya,” tuturnya.

Tidak seperti LDS, tersangka MTT tidak didahului pencegahan ke luar negeri. Ashari hanya menyebutkan status adalah Swasta yang ikut bekerjasama membebaskan lahan dan kucurkan uang ke Pejabat Ditamhut DKI dan Pihak Lain.

GUBERNUR DKI

Kasus berawal 2018, saat Distamhut DKI membebaskan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung atas 8 pemilik 9  lahan bidang tanah guna pengembangan RTH DKI.

Namun,dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT. 008 RW. 03  Setu,  tidak ada Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, tidak ada Peta Informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota, tidak ada Permohonan Informasi Asset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan tidak ada persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi  sebesar Rp46,  499, 55 miliar. Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28, 729.340.317.

Adanya perbedaan ini, sebab penyunatan besaran uang ganti rugi dari semua Rp2,7 juta per meter, namun yang diberikan kepada pemilik lahan Rp1,6 juta per meter.

“Proses pembebasan lahan ini menyalahi ketentuan Pasal 45, Pasal 55 Pergub  No:82/ 2017 tentang Pedoman pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,” akhirinya. (ahi)

Tinggalkan Balasan