JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Gagasan besar yang dirumuskan KH Mahfudz Siddiq tentang Mabadi Khaira Ummah adalah salah satu karya universal besar Ulama NU yang patut terus diperjuangkan, terutama di era perubahan konstelasi global dan makin melemahnya Daulat Rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa.
Demikian dikatakan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat memberi ucapan selamat atas peringatan Harlah 1 Abad NU yang dipusatkan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).
KH Mahfudz Siddiq, santri KH Hasyim Asyari yang juga menemani Rais Akbar NU dalam kepengurusan PBNU yang diamanatkan kepadanya di tahun 1937, sebut LaNyalla, telah merumuskan prinsip dasar pembentukan umat terbaik melalui lima sikap dasar, sehingga prinsip ini dikenal dengan Al Mabadi Al Khamsah.
“Yaitu, As-Shidqu (jujur), Al-Amanah wal Wafa bil Ahdi (dapat dipercaya), Al-Adalah (bersikap adil), At-Ta’awun (saling tolong menolong) dan Al-Istiqamah (konsisten),” urai LaNyalla di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
LaNyalla menjelaskan, gerakan Mabadi Khaira Ummah ini adalah pembentukan umat terbaik, atau bisa kita sebut sebagai masyarakat madani atau civil society yang berdaya, karena itu seharusnya dapat ikut menentukan arah perjalanan Bangsa menuju kebaikan warga.
“Nah ini penting saya sampaikan, karena sistem bernegara kita hari ini, terutama konstruksi sistem-nya telah berubah dari apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Di mana para pendiri bangsa banyak dari kalangan Ulama besar NU,” tukas LaNyalla.
Sejak reformasi, lanjut LaNyalla, Indonesia melakukan Amandemen Konstitusi menjadikan tidak ada lagi ruang dan tempat bagi elemen civil society untuk berada di Lembaga Tertinggi Negara.
“Karena lembaga tersebut hanya diisi peserta pemilu. Baik dari unsur partai politik, maupun DPD RI, tetapi dominasi kekuatan ada di DPR RI yang merupakan unsur peserta pemilu dari partai politik,” terang LaNyalla.
“Dan yang lebih mengancam masa depan adalah nilai-nilai yang ada di pasal-pasal Konstitusi hasil Reformasi, ternyata bukan lagi mencerminkan Pancasila. Tetapi mencerminkan nilai-nilai ideologi lain, yaitu individualisme dan liberalisme. Ini hasil kajian akademik yang valid,” sambung LaNyalla.
Tentu, ujar LaNyalla, pengingkaran terhadap Pancasila ini bisa saja disebut perusakan secara diam-diam.
“Sedangkan kita semua tahu, Nahdlatul Ulama adalah salah satu organisasi yang paling teguh memegang Amanah Pancasila sebagai konsensus Ulama,” beber LaNyalla.
LaNyalla pun mengutip pernyataan Kiai Haji As’ad Syamsul Arifin, yang mengatakan: “Seandainya Pancasila dirusak, maka NU harus bertanggungjawab! Umat Islam wajib membela Pancasila! Karena ini sudah Mujma’alaih, atau konsensus para ulama!”.
Senator asal Jawa Timur ini berharap NU dalam menjalani titik kedua menuju abad berikutnya dapat memimpin derap dan langkah bangsa ini demi mewujudkan kembali kedaulatan negara di tangan rakyat dalam arti yang sesungguhnya.
“Hal ini agar apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa, yang tentu harus kita perkuat dan sempurnakan, benar-benar menjadi jawaban atas sistem bernegara terbaik di dunia,” pungkas LaNyalla Mattalitti. (Daniel)