Menjelang pertengahan Maret 2023 ini portal resmi milik Kemendikbudristek melansir data yang direlease Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat, Opik tentang kondisi taman bacaan di berbagai daerah yang beragam. Ia mengatakan bahwa 84 persen daerah memiliki pelayanan terhadap buku bacaan, sedangkan 74 persen berada di pedesaan. Hanya 3 persen daerah pedesaan yang memiliki koleksi buku 5.000 eksemplar, sedangkan 63 persen sisanya hanya memiliki buku kurang dari 5.000 eksemplar.
Artinya dari cakupan penyebaran bacaan sebagai sumber literasi belum semua menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Bahakan dari wilayah yang sudah di jangkau Hanya 3 persen daerah pedesaan yang memiliki koleksi buku 5.000 eksemplar, sedangkan 63 persen sisanya hanya memiliki buku kurang dari 5.000 eksemplar. Ini juga belum lagi segi tingkat efektifitas penyebaran buku bacaan itu pada tingkat literasi masyarakat.
Oleh karena itu sangan tepat menjelang Maret 2023 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar kembali program nasional Literasi Indonesia yang bertujuan meningkatkan kompetensi literasi peserta didik sebagai bagian Merdeka Belajar Episode ke-23. Di antara program literasi Kemendikbudristek adalah mencetak lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk bagi sekolah yang paling membutuhkan di Indonesia. Tahapan langkah ini sudah bagus, tapi akan lebih baik tidak sekedar mencetak buku. Tapi juga memilah tema buku bacaan yang diterbitkan dan di distribusikan. Kekeliruan menyeleksi buku literasi yang dicetak dan disebar di masyarakat akan membuat program ini kurang maksimal. Karena sangat penting buku-buku literasi yang digandakan di masyarakat bisa berimplikasi pada pemberdayaan dan menciptakan sikap kritis untuk memberdayakan masyarakat. Akan lebih baik jika buku yang didistribusikan di masyarakat atau lembaga pendidikan lebih bersifat segmented sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat setempat yang bisa jadi berbeda-beda antara satu sama lainnya.
Untuk masyarakat atau sekolah-sekolah di pedesaan buku-buku tentang pertanian dan perikanan tentu perlu diprioritaskan. Untuk daerah perkotaan buku-buku teknologi ilmu pengaetahuan dan ekonomi bisnis, sudah sepatutnya dikedepankan. Untuk daerah pedalaman Papua dan NTT buku-buku yang menanamkan nilai nasionalisme Indonesia, Pancasila dan penghormataan pada kebhinekaan menjadi sangat penting. Dsb.
Penguatan pendampingan literasi sudah tepat, untuk lebih memastikan bahwa penyebaran buku tepat sasaran dan berhasil di manfaatkan oleh masyarakat terutama pemangku pendidikan, tetapi juga para pendampin harus dibekali kemampuan untuk tentang apa sesungguhnya gerakan liteasi.
Literasi merupakan kemampuan seseorang menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Melalui kemampuan literasi, seseorang tidak saja memperoleh ilmu pengetahuan tetapi juga bisa menggunakan ilmu pengetahuaan dan pengalamannya untuk dijadikan rujukan dalam menilai persoalan yang dihadapi masyarakat.
Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana sesorang bisa berfikira dan bertindak secara rasional berdasar data informasi yang rasional dana kurat, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional. Dengan kemampuan literasi yang baik, maka diharapkan kemampuan berpikir kritispun akan meningkat. Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir selektif tidak sembarangan menelan informasi mentah-mentah, tapi terus menguji dengan bergbagai data informasi dengan sumber berbeda dan menyususn rangkaian suatu gejala sosial untuk dijadikan dasar untuk bersikap dan bertindak. , . Dan hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam literasi, dengan literasi melalui membaca atau menyimak informasi atau cerita, maka individu dapat menemukan cara dalam menyelesaikan masalah, sehingga individu akan melakukan analisis dari permasalahannya tersebut, sehingga pada akhirnya akan membentuk karakter atau pribadi yang kritis.
Dasar utama yang terbaik membangun sikap kritis adalah dengan memperkaya ilmu pengetahuan sebagian besar dari literatur ilmiah. Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipelajari manusia dengan penggunaan penguasaan literasi (keaksaraan dan kewicaraan) yang memadai. Kemampuan literasi yang tinggi dapat mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ke arah tingkatan yang lebih tinggi lagi. Literasi merupakan kemampuan seseorang menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Namun literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar. Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of Americas Young Adult mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat ( dalam Irianto dan Febrianti, 2016).
Keterampilan literasi memiliki pengaruh penting bagi keberhasilan seseorang. Keterampilan literasi yang baik akan membantu sesorang dalam memahami informasi baik lisan maupun tertulis. Dalam kehidupan, penguasaan literasi sangat penting dalam mendukung kompetensi-kompetensi yang dimiliki. Kompetensi tersebut dapat saling mendukung apabila seseorang dapat menguasai literasi serta dapat memilah informasi yang dapat mendukung keberhasilan hidup mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang yang handal adalah menjadi seseorang yang literat. Artinya, keterampilan literasi (membaca dan menulis) yang dimiliki akan lebih baik sejalan atau lebih baik dengan kemampuan keterampilan orasinya (menyimak dan berbicara). Kemampuan literasi yang tinggi sangat berpengaruh terhadap pemerolehan berbagai informasi yang berhubungan dengan kemampuannya menganalisis dan memecahkan maslah.
Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks permasalahannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional. Menurut Halpen (dalam Achmad, 2007), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran- merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan. Literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar.
Menurut Wells (dalam Heryati, dkk ,2010) terdapat empat tingkatan literasi, yaitu performative, functional, informational, dan epistemic. Literasi tingkatan pertama adalah sekadar mampu membaca dan menulis. Literasi tingkatan kedua adalah menunjukkan kemampuan menggunakan bahasa untuk keperluan hidup atau skill for survival (seperti membaca manual, mengisi formulir, dsb). Literasi tingkatan ketiga adalah menunjukkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan. Literasi tingkatan keempat menunjukkan kemampuan mentransformasikan pengetahuan. Literasi menjadi kecakapan hidup yang menjadikan manusia berfungsi maksimal dalam masyarakat. Kecakapan hidup bersumber dari kemampuan memecahkan masalah melalui kegiatan berpikir kritis. Selain itu, literasi juga menjadi refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Masyarakat yang berbudaya adalah masyarakat yang menanamkan nilai-nilai positif sebagai upaya aktualisasi dirinya. Aktualisasi diri terbentuk melalui interpretasi, yaitu kegiatan mencari dan membangun makna kehidupan. Hal tersebut dapat dicapai melalui penguasaan literasi yang baik.
Para pendamping gerakan literasi Kemndikbudristek idealnya sudah memiliki kemampuan keterampilan tahap 4 atau level keempat dalam penguasaan literasi agar kehadirannya bisa membantu memfasilitasi masyarakat terutama para anak didik yang akan membawa perubahan yang lebih mencerahkan.
Untuk melihat sejauhmana kemajuan yang berhasil diraih dalam gerakan literasi kemendikbudristek ini akan lebih baik jika memasuki tahun 2024 dilakukan evaluasi program secara menyeluruh, supayadiketahui jika ada implementasi gerakan literasi di lapangan belum ada yang sesuai diharapkan. Dan untuk mengetahui di mana sudah berhasil sehingga perlu dilanjutkan. (Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies/ISDS *)