Soal RUU Kesehatan, Irma Chaniago: IDI Jangan Dikte Parlemen dan Pemerintah

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mengimbau Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak melakukan intervensi apapun perihal RUU Omnibus Law Kesehatan kini sedang dilakukan pembahasan bersama oleh DPR RI bersama pemerintah.

Pasalnya, wanita akrab disapa Uni Irma mengatakan, ketakutan IDI adanya RUU ini karena mereka selama ini berada di zona nyaman dengan mengatasnamakan ke eksklusifan organisasi profesi kedokteran.

banner 728x90

“Sudah lupa diri dan tidak tahu lagi memposisikan dirinya terhadap anggota dan fungsinya hanya sebagai organisasi profesi hanya demi keuntungan lembaga dan oknum-oknum berada di dalamnya,” ujar Politisi Partai NasDem ini kepada para wartawan, Rabu (12/4/2023).

Irma menyebut beberapa hal mengapa IDI sampai begitu takut merespon poin-poin yang ada dalam pembahasan di RUU Omnibus Law Kesehatan ini.

Pertama, sebut Irma, IDI lupa parlemen punya tanggungjawab terhadap regulasi negatif impact terhadap masyarakat (karena dokter-dokter juga bagian dari masyarakat).

Kedua, tutur Irma, IDI lupa regulasi itu ada di tangan pemerintah, di mana parlemen dan organisasi profesi serta masyarakat adalah bagian dari kontrol system yang efektif operasional dari regulasi tersebut.

“Jadi, IDI tidak punya hak sama sekali untuk meminta lembaga perwakilan rakyat melindungi masyarakat diwakilinya untuk mendapatkan service yang lebih baik dari negara,” ucap Irma.

Ketiga, lanjut Irma, IDI harus diaudit karena selama ini mengelola banyak sumber – sumber penghasilan tidak langsung.

“Seperti rekomendasi untuk STR dan SIP, rekomendasi terkait limbah rumah sakit maupun klinik, rekomendasi untuk melanjutkan sekolah spesialis (PPDS) bahkan dokter sudah dinyatakan lulus oleh perguruan tinggi dan ingin magang pun harus mendapatkan rekomendasi IDI. Apalagi, Indonesia kekurangan dokter,” ungkap Irma.

Untuk itulah, beber Irma, parlemen dan pemerintah akan membuat tata kelola dapat mempermudah anak-anak bangsa ingin sekolah di kedokteran dan sekolah tidak akan mahal karena akan ada banyak sekolah-sekolah kedokteran akan diberikan izin dengan standard kualitas akan ditentukan oleh pemerintah

“Selama ini hanya anak orang kaya saja mampu jadi dokter atau berprofesi menjadi dokter, karena selain fakultas kedokterannya terbatas, biaya untuk masuk ke fakultas kedokteran juga sangat mahal,” sesal Irma.

“ini menyebabkan akhirnya profesi ini menjadi exclusive, ditambah lagi organisasi profesinya (IDI) dibiarkan mengambil alih wewenang Pemerintah dengan segala tetk bengek rekomendasi akhirnya membuat Indonesia kekurangan dokter, sehingga banyak dokter harus praktek di beberapa RS,” jelas Irma.

Keempat, Irma menilai sungguh ngawur jika IDI menyatakan
Draf RUU Kesehatan tidak jelas asal usulnya.

“Dalam hal ini IDI bisa dinyatakan telah menghina parlemen (Contempt of Parliament). Karena pada dasarnya Draf RUU Kesehatan yang merupakan inisiatif DPR menjadi tanggung jawab lembaga ini keberadaannya,” ingat Irma.

“Jadi IDI seharusnya tidak berpikir negatif! Lagipula draf RUU akan dibahas bersama antara parlemen dan pemerintah, jadi tidak ada alasan IDI menyatakan RUU ini tidak jelas asal usulnya,” lanjut Irma.

Karena itu, Irma menegaskan, sebagai organisasi profesi IDI sebaiknya fokus saja pada tupoksinya, yaitu melindungi dan mensejahterakan anggota, tidak perlu iku-ikutan menjadi regulator.

“Terlebih lagi, sebagai organisasi harusnya IDI memberikan masukkan pada RUU ini akan lebih bijak daripada menghalang-halangi parlemen dan pemerintah membuat regulasi berguna untuk rakyat,” tukas Irma.

Legislator asal Dapil Sumsel 2 ini menambahkan, pemerintah dan DPR tidak akan mengatur organisasi profesi, biar itu jadi domain anggota organisasi profesi seperti apa dan bagaimana yang diinginkan organisasi profesi tersebut.

“Pemerintah serta DPR akan tetap mengakui organisasi profesi, konsil dan kolegium serta diharapkan pemerintah akan menetapkan regulasinya dalam bentuk Peraturan Pemerintah, karena ini merupakan fungsi eksekutif negara, bukan fungsi legislatif (pembuat UU) maupun yudikatif (pemutus hukum),” pungkas Irma Chaniago.

Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) segera dihentikan.

“Ada 4 alasan kenapa pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) ini harus dihentikan,” kata Ketua Umum PB IDI, Mohammad Adib Khumaidi dalam siaran pers, Minggu (9/4/23). (Daniel)

Tinggalkan Balasan