JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Memasuki usia ke-50 tahun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), harus diakui bahwa organisasi petani terbesar ini sudah banyak memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara khususnya petani.
Sebagai organisasi yang bertugas menjembatani antara kebutuhan petani dengan Pemerintah atau Bridging Institution, HKTI Insyaallah sudah dirasakan manfaatnya oleh petani dalam berbagai hal. Misalnya dalam masalah-masalah pertanahan, antara lain konflik petani dengan perusahaan perkebunan, konflik petani dengan perusahaan HTI, kemudian juga masalah intiplasma, ini tentunya kita sudah membantunya.
Selain daripada itu, kita juga sering menyuarakan mengenai kelangkaan pupuk dan kemudahan untuk mendapatkan pupuk, sudah diadakannya bibit dari mtani. Yang sering diselenggarakan oleh HKTI itu biasanya melalui seminar-seminar, FGD dan dalam bentuk penyampaian lainnya seperti surat kepada instansi yang terkait.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP HKTI Bidang Agraria, Ketahanan Pangan dan Inovasi Budidaya Ir. Doddy Imron Cholid, M.S. Tantangan Bangsa yang cukup berat dan belum ditangani secara khusus hingga saat ini antara lain adalah masalah ketahanan pangan.
“Tentu saja HKTI dibawah kepemimpinan Jenderal TNI Purn. Moeldoko juga sudah mulai berkiprah, memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran kepada Pemerintah, memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan ketahanan pangan itu sendiri,” ujar Doddy kepada media di Jakarta, Selasa 6 Juni 2023.
Doddy mengulas beberapa problematik yang menyebabkan ketahanan pangan masih sulit dicapai. Yang pertama adalah jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahunnya di Indonesia. Tentu saja pertumbuhan penduduk itu membutuhkan pangan yang juga terus meningkat.
“Di lain pihak, kita melihat luas tanaman pangan ini semakin menyempit, saat ini bisa kita rasakan dan terus berlangsung, banyak persawahan dan pertanian yang beralih fungsi untuk hal-hal di luar kegiatan pertanian, seperti untuk perumahan, untuk mall, untuk kawasan industri dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan luas lahan pertanian menjadi berkurang,” ujarnya.
Yang kedua, adalah masalah kesuburan tanah, pada beberapa daerah kesuburan tanah relatif menurun karena kegiatan pertanian selalu saja diberikan pupuk organik, sehingga mikrobia di dalam tanah banyak yang mati dan pada beerapa daerah pHnya menurun, sehingga tanahnya menjadi masam.
Yang ketiga, ketersediaan air irigasi pada beberapa daerah semakin kurang baik, hal ini disebabkan karena pembangunan non pertanian memutus jaringan irigasi tersebut, sehingga ketersediaan air untuk kegiatan pertanian menjadi tidak baik.
Yang keempat, ketersediaan pupuk, khususnya pupuk bersubsidi dan pupuk organik pada beberapa daerah dirasakan sangat sulit didapatkan. Kalaupun pupuk ada, harganya relatif mahal.
Kemudian juga yang kelima, termasuk masalah bibit, hampir sama, bibit yang berkualitas baik sangat sulit didapatkan oleh petani.
Yang keenam, masalah modal. Tentu saja, kalau petani tidak punya modal maka usahanya tidak akan berhasil. Modal itu sesungguhnya telah disediaakan oleh Pemerintah dalam bentuk kredit usaha tani.
Akan tetapi, untuk mendapatkan kredit tersebut bagi petani pada beberapa daerah agak sulit, selain harus ada agunan dan juga prosedurnya agak susah, sehingga petani susah mendapatkan modal, dan akibatnya ketergantungan petani kepada tengkulak ini sulit dihindari, bahkan pada musim-musim tertentu, tengkulak ini lah yang menjadi penyelamat petani.
Doddy menegaskan bahwa masalah-masalah di atas yang mengakibatkan ketahanan pangan di Republik ini susah untuk dicapai dengan baik. Namun demikian, sesungguhnya Pemerintah sudah mempunyai kegiatan Reforma Agraria sebagai salah satu jawaban untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Dan ini tentu saja juga sudah dilakukan pada beberapa daerah walaupun belum maksimal. Jadi misalkan yang terdekat, di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, kemudian juga di Sumatera Selatan, ini telah terjadi redistribusi atau pemberian tanah kepada petani oleh Pemerintah dari tanah terlantar yang sudah ditetapkan menjadi tanah Negara, itu namanya aset reform,” ujarnya.
Kemudian pada beberapa daerah juga sudah dibangun pemberdayaannya akses reform, yaitu diberikan kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi pertanian juga termasuk kemudahan untuk mendapatkan modal. Akan tetapi, kegiatan reforma agraria ini belum bisa marak di seluruh Indonesia.
“Akan tetapi, HKTI tentunya membantu Pemerintah untuk terus mengupayakan agar kegitan Reforma Agraria ini agar bisa berhasil dengan baik, sehingga keadilan tercapai, kesejahteraan juga tercapai, permasalahan-permasalahan konflik pertanahan pun dapat diselesaikan,” ujarnya
Untuk mendapatkan informasi terkait dengan masalah ketahanan pangan, tentu saja HKTI sekarang sudah berkoordinasi dengan pengurus di Provinsi, dengan pengurus di Kabupaten, untuk selalu menyampaikan persoalan-persoalan yang ada di daerahnya. Kita lakukan dalam bentuk webinar, atau melalui zoom, sehingga informasi-informasi persoalan yang ada di daerah bisa diserap oleh DPP HKTI dan kemudian tentunya akan ditindaklanjuti dan sudah ditindaklajuti kepada Kementerian yang terkait.
Salah satu pesoalan yang telah disampaikan kepada Departemen Pertanian khususnya, terkait dengan permasalahan tanaman hortikultura, yang saat panennya bersamaan, sehingga over produksi, karena tanaman itu sudah sekali busuk, sekali rusak, sehingga tidak sedikit tanaman yang tidak dipanen, atau kalaupun dipanen dijual dengan harga yang murah.
‘Untuk itu, disarankan kepadan instansi yang terkait, seogyanya ke depan pola penanaman khusus tanaman hortikultura di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara, di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Jawa Timur, di Sumatera Selatan, di Sulawesi, dimana-mana yang memang mengahsilkan tanaman hortilkultura, seyogyanya diatur pola tanamannya, waktu tanamannya, sehingga produksi tidak melimpah, tidak over produksi,” ujarnya.
Doddy juga menjelaskan bahwa saat ini jumlah tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian relatif semakin berkurang. Mungkin ada anggapan bahwa kegiatan di bidang pertanian ini tidak menarik, akan tetapi, kalau kita lihat sekarang banyak sekali para milenial, atau generasi milenial yang sudah bisa memamatkan kegiatan usaha tani, jadi mereka sudah menggunakan IT. Sehingga dengan IT tersebut melalui zoom meeting bisa berkoordinasi dengan petani-petani yang menyebar di seluruh daerah baik di satu Provinsi, maupun di luar Provinsi.
“Kemudian melalui zoom tersebut, serta datang ke lokasi, dikumpulkan hasil-hasil pertanian kemudian di packaging atau di pack yang baik, kemudian setelah itu dibersihkan dengan baik. Ini dijual ke mall atau ke pasar-pasar induk sehingga ini akan sangat menguntungkan,” ujarnya.
Terkait dengan masalah ini, agar tenaga kerja di bidang pertanian juga tidak berkurang, maka ada tugas lain untuk DPP HKTI, DPD dan BC juga pemuda tani dan perempuan tani, untuk terus menurus melakukan dialog, mengadakan penyuluhan dengan para mahasiswa, dengan para milenial, agar bergerak dan tertarik di bidang usaha pertanian.
“Sehingga ke depan, tenaga kerja di bidag pertanian tidak berkurang dan kita pastikan bahwa usaha di bidang pertanian selain mulia juga menguntungkan,” pungkasnya.(Aloy)