Pagi ini, Advokat Maqdir Ismail menyerahkan uang sebesar Rp27 miliar kepada Kejaksaan Agung. Uang tersebut diduga dari Dito Ariotedjo.
Lepas dari niat baik Maqdir dalam kapasitas penasehat hukum tersangka (kini berstatus terdakwa Skandal BTS) sejumlah pertanyaan muncul.
Dari mana asal uang sebesar Rp243 miliar ?
Tentu, tidak mungkin Irwan Hermawan dalan kesudukan Komisaris PT. Solitech Media Sinergy (SMS) menyediakan uang Rp243 miliar secara pribadi menyangkut proyek BTS.
Selain itu, PT. SMS bukan anggota konsorsium yang mengerjakan Paket 1 – 5 Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika), Keminfo.
Dalam BAP disebut uang dimaksud diduga berasal dari para anggota konsorsium dan subkontraktor?
Irwan juga menjalankan tugasnya karena dimintai tolong oleh Dirut Bakti Anang A. Latif, yang terus didesak Johnny G. Plate (Menkominfo) untuk menyerahkan uang Rp500 juta/bulan guna kepentingan Staf Menteri.
Belakangan, diketahui adanya aliran dana Rp17, 8 miliar kepada Johnny sesuai dakwaan Jaksa.
Dari 11 pihak penerima aliran dana, terdapat nama diduga Windu Aji Sutanto, Pemilik PT. Lawu Agung Mining (LAM) yang terseret perkara ora nikel dan tengah disidik Kejati Sultra.
Kemarin, Dirut LAM Ofan Sofwan diamankan Tim Tabur Gabungan Kejaksaan. Ofan sudah ditetapkan tersangka sejak Jumat (23/6).
Windu juga disebut-sebut sebagai Anggota Tim Sukses Pemenangan Jokowo 2014 ?
KORPORASI
Bila memang benar, uang untuk meredam penyelidikan kasus BTS dari konsorsium dan subkontraktor, mengapa sampai kini tidak ada tindakan hukum?
Mengacu kepada penyidikan Skandal Impor Baja, 6 korporasi dijadikan tersangka lantaran diduga menyediakan sejumlah uang kepada oknum Pejabat Kemendag agar izin impor diterbitkan.
Pengepulnya diduga dua pengurus PT. Merasati Logistic. Mereka bersama oknum Pejabat Kemendag ditetapkan tersangka.
Jadi, sesungguhnya bukan hal baru menjadikan korporasi sebagai tersangka.
Dus, karena itu menjadi menarik saat korporasinya tidak dan atau belum dibidik dan Publik hanyut dalam irama gendang soal aliran duit tersebut
Saya tidak mengatakan ribut-ribut soal pengembalian uang oleh Maqdir dan para penerima lain sebagai pengalihan belum adanya tindakan hukum terhadap korporasi ?
Tidak ada niatan sama sekali.
Upaya yang dilakukan Kejaksaan Agung sangat diapresiasi karena apa yang dilakukan PNS dan Penyelenggara Negara sangat mencederai upaya pemberantasan korupsi.
Saya hanya ingin mengatakan tindak pidana suap sudah diatur dalam UU No. 20/2001 tentang penjelasan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam hal ini, diatur dalam Pasal 5, Pasal 9 dan Pasal 12 B, yakni suap pegawai negeri dan penyelenggara negara. Jadi tunggu apa lagi.
Disamping itu, tindakan hukum kepada korporasi tidak kalah penting dan bahkan disebut maha penting karena muaranya suap. Suap terjadi karena ada kesepakatan dua pihak.
Ke depan, diharapkan korporasi akan kapok dan tidak mengulangi perbuatannya.
Apa yang dilakukan korporasi berakibat mutu proyek menjadi menurun dan lagi-lagi negara yang harus menanggung beban untuk biaya perbaikan.
Saya percaya Kejaksaan Agung, khususnya Gedung Bundar alias Pidsus akan segera menuntaskannya. Ini semata skala prioritas.
Ini soal waktu !. (Wartawan Senior *)