Eks Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Dijadikan Tersangka Perkara Pertambangan Ore Nikel

Tersangka Baru Segera Ditetapkan ?

JAKARTANEWS.ID -JAKARTA: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara tetapkan Mantan Dirjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Ridwan Djamluddin sebagai tersangka perkara pertambangan Ora Nikel.

Bersama Ridwan, turut dijadikan tersangka anak buahnya berinisial HJ selaku Sub Koordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral).

“Tim Penyidik tetapkan mereka tersangka, karena telah diperoleh cukup bukti. Demi kepentingan penyidik mereka ditahan, ” kata Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana, Rabu (9/8) petang.

Ketut menambahkan penyidikan akan terus dikembangkan dan tidak berhenti pada mereka.

“Penyidikan terus akan berkembang, ” ucapnya diplomatis.

Dengan demikian, diprediksi akan muncul tersangka -tersangka baru ?

Penetapan tersangka perkara pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sultra adalah untuk ketiga kali dilakukan, di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung.

Belum diketahui persis, alasan pemeriksaan para pihak oleh Kejati Sultra dilakukan di Kejagung, namun dari berbagai informasi pemeriksaan di Gedung Bundar semata memudahkan lantaran para saksi berada di Jakarta.

Meski, sempat terdengar sayup pengalaman buruk saat disidik di Kejati Sultra sebelum ini, yang sempat diwarnai isu tidak sedap dan Mantan Kajati Sultra RJ beserta Aspidsus dan dua lainya akhirnya dikenakan sanksi berat.

Penetapan tersangka pertama pada Selasa (18/7) atas nama Windu Aji Sutanto dan Ofa Sofwan dari PT. Lawu Agung Mining.

Kedua, pada Senin (24/7) SM selaku Kepala Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan EVT (Evaluator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kementerian ESDM).

KABAENA KROMIT PRATAMA

Ketut Sumedana menjelaskan peran Mantan Dirjen Mineral dan Batubara berawal, 14 Desember 2021.

Tersangka memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan untuk menyederhanakan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan seperti diatur Keputusan Menteri ESDM No: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.

Akibat penyederhanaan aspek penilaian tersebut, maka PT Kabaena Kromit Pratama yang sudah tidak memiliki deposit nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya, mendapatkan kuota pertambangan Ore Nikel (RKAB) Tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitar Blok Mandiodo.

“Pada kenyataannya, RKAB tersebut dijual PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining untuk melegalkan pertambangan Ore Nikel di lahan milik PT Antam, Tbk seluas 157 hektar yang tidak mempunyai RKAB. ”

“Hal sama juga dilakukan terhadap lahan milik PT Antam, Tbk yang dikelola oleh PT. Lawu Agung Mining berdasarkan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Antam, Tbk dan Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara/Konawe Utara, ” beber Ketut.

Sementara HJ bersama tersangka tersangka lain SW dan YB telah memproses permohonan RKAB PT. Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.

“Sebaliknya, permohonan mereka mengacu pada perintah Tersangka RJ berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember yang tersebut di atas,” akhirinya.

Dengan bertambahnya dua tersangka baru, maka Tim Penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 10 orang tersangka yang berasal dari PT Antam, Tbk, PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pejabat dari Kementerian ESDM. (ahi)

Tinggalkan Balasan