JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) pada Kerja Sama Transisi Energi yang Adil atau JETP yang sedianya diluncurkan pada Rabu (16/8/2023) mundur hingga menjelang akhir 2023. Pemerintah akan membuka Konsultasi publik untuk itu.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah agar dalam forum konsultasi tersebut melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya dan lebih transparan, agar program seperti ini benar-benar inklusif, berkeadilan, dan menguntungkan negara dan masyarakat.
Pemerintah sendiri, ungkap Mulyanto dalam hal ini Menteri ESDM belum mengkonsultasikan persoalan ini kepada Komisi VII DPR RI.
“Kami belum tahu persis apakah skema JETP ini, secara garis besar target-targetnya sudah tercakup dalam RUPTL 2021-2030, sehingga lebih bersifat teknis dari realisasi investasi transisi energi yang sudah direncanakan. Atau berupa skema baru yang bersifat komplementatif atas rencana yang sudah ada,” kata Mulyanto kepada para wartawan, Jumat (18/8/2023).
“Karena secara substansi JETP ini memuat peta jalan teknis untuk pengurangan emisi di sektor ketenagalistrikan dan suatu kerangka kerja untuk menjamin transisi yang berkeadilan,” lanjut Wakil Ketua F-PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Mulyanto menambahkan, selain memuat skema pendanaan yang memanfaatkan dana publik guna menarik investasi swasta, CIPP juga memuat rekomendasi perubahan kebijakan yang dapat membantu membuka keran investasi swasta bagi transisi energi.
Mulyanto menilai, rencana pemerintah menunda pengesahan dokumen dimaksud untuk dikaji lebih dalam melalui konsultasi publik sangat bagus dan memang sudah seharusnya.
“Karena masyarakat Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk mengulas dokumen CIPP secara utuh dan memberikan masukan dan tanggapan untuk dipertimbangkan dalam revisi final dokumen CIPP tersebut,” jelas Anggota Baleg DPR RI ini.
Mulyanto pun berharap skema pendanaan JETP ini memang benar-benar berkeadilan, inklusif, dan menguntungkan Indonesia.
“Kita tidak mau didikte oleh pihak luar terkait kebijakan ketahanan energi nasional kita. Karena energi hijau yang kita butuhkan adalah energi yang murah dan terjangkau masyarakat. Sehingga introduksi energi hijau tidak membebani mereka,” ujar Mulyanto.
Mulyanto menginginkan energi bersih memenuhi tingkat kandungan komponen lokal yang cukup.
“Karena kita tidak ingin peningkatan penggunaan energi hijau di Indonesia dibarengi dengan meningkatnya ketergantungan kita pada komponen impor,” terang Mulyanto.
Selain itu, Legislator asal Dapil Banten 3 itu juga berharap skema ini makin mengokohkan kelembagaan dan peran BUMN kelistrikan Indonesia di samping mengoptimalkan partisipasi pihak swasta yang saling menguntungkan.
“Jadi jangan sampai PLN dan IPP dirugikan dengan skema ini,” tandas Mulyanto. (Daniel)