Deprecated: Creation of dynamic property WpBerita_Breadcrumbs::$settings is deprecated in /home2/jakartane/public_html/wp-content/themes/wpberita/inc/class-wpberita-breadcrumbs.php on line 26

Rakernas Peradi, Luhut MP Pangaribuan: Profesi Advokat “Dibenci Tapi Dirindu”

JAKARTANEWS.ID -BATAM: Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpounan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan mengatakan, tidak berlebihan bila dikatakan dewasa ini Organisasi advokat (“OA”) dalam situasi ambigu, selain itu advokat menjadi masa depan semua sarjana hukum tapi tidak dianggap sebagai bagian sisitem peradilan.

Dengan kata lain, lanjut Luhut, anomalis karena “dibenci tapi dirindu”. Dari mulai Kapolri, Jaksa Agung dan Hakim Agung sesudah pensiun kemudian jadi advokat juga.

“Tapi perlakuan dan sikap kepada Advokat ketika mereka sebelum pensiun, penuh dengan keprihatinan. Sikap dan perlakuannya tidak sesuai dengan yang seharusnya menurut
hukum atau Undang-Undang UU Advokat.

“Dalam hal demikian, sesuai UU Advot, OA wajib melindungi
anggotanya yang bertikad baik. Kriminalisasi misalnya yang dirasakan advokat dewasa ini. Semakin hari semakin banyak keluhan yang diterima OA,”tandas dalam kata sambutan acara Rakernas DPN Peradi, Batam, Rabu (23/08/2023).

Luhut mengatakan, kasus terbaru penggledahan kantor advokat di Jakarta. Pada hal jabatan advokat dilindungi hukum yakni rahasia jabatan dan atau “client privilege
confidentiality.

“Advokat yang bersangkutan telah dengan itikad baik menyerahkan uang yang diduga ada hubungannya dengan dugaan Tipikor, tapi direspon negatif dengan kantornya digledah,” ucapnya.

Penggledahan terpublikasi maka jadilah advokat seperti pesakitan. Anomali perlakuan seperti ini telah berimpilikasi pada adanya persepsi buruk. Pada hal
advokat adalah sesamanya APH yang bersangkutan. Advokat statusnya adalah juga penegak hukum, walaupun bukan aparat.

“Artinya kedudukan advokat “setara” dengan penyidik yang
melakukan penggledahan itu. Kenyataannya perlakuan APH itu terhadap advokat sebaliknya, seolah-olah advokat bagian dari kejahatan itu. Dalam hal ini UU Advokat yang menyatakan advokat adalah penegak hukum tidak dihargai dan oleh penegak hukum pula,” kata Luhut.

Luhut memngatakan, UU Advokat seharusnya ditaati sebagaimana APH menaati UU Kepolisian, UU Kejaksaan
dlsb. Sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum fungsinya sama dengan advokat yaitu sama-sama berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Lebih jauh, UU Kekuasaan Kehakiman telah pula menginginkan sistem peradilan terpadu.

“Tapi mengapakah keterpaduan itu justru tidak terjadi bahkan dijauhkan oleh APH ? Ini pertanyaan yang harus dijawab segera dan ditetapkan secara hukum supaya tidak pernah terjadi lagi kriminalisasi itu. Sekaligus ini PR
kita kita semua, hal yang harus diperjuangkan bersama semua advokat tanpa memandang apa Organisasinya,” imbuhnya.

Luhut mengatakan, dugaan sementara adalah karena UU Advokat dibaca APH berbeda dengan substansi UU nya sendiri, seolah-olah tidak ada keterkaitan. Ini tentu keliru, karena tidak benar, fair dan tidak objektif. Pada hal UU menyatakan harus setara dan terpadu sebagai sama-sama pelaksana kekuasaan kehakiman; sehingga jangan dibiarkan berkelanjutan.

Sekali lagi ini tantangan konkrit kita semua dimanapun organisasinya. Advokat harus bangkit “supaya dunia (hukum) tidak runtuh (ne pereat mundus),” terang Luhut.

Semua Advokat sadarlah , kriminalisasi seperti disinyalir di atas tidak akan pernah berakhir jika advokat tidak berbuat. Itu tidak akan berhenti tanpa “perubahan mendasar” dalam sistem peradilan. Jangan berharap orang lain akan membantu ( “karena saat ini dibenci”), tapi kita Advokat yang harus mulai melakukannya sendiri secara aktif.

MK sudah pernah bilang dalam konteks konflik OA, tunjukkan setiap kemampuan profesionalitasmu (OA)
bagaimana menyelesaikan masalah ini. Sekalipun APH itu nantinya akan jadi advokat (“profesi advokat dicinta”), tapi kriminalisasi (“advokat saat ini dibenci”) yang sedang dirasakan dan tidak akan pernah berhenti selama kita dengan OA tidak berbuat.

“Pertanyaannya apakah perbuatan yang bisa dilakukan supaya perubahan mendasar itu terjadi dan pada saat yang sama kriminalisasi itu tidak akan terjadi lagi?Ketahuilah bahwa kriminalisasi itu hanya by product (buah) dari penerapan suatu sistem yang salah. Jadi kita harus berbicara bagaimana seharusnya advokat sebagai sub-sistem peradilan diatur dalam hukum,” imbuh Luhut.

Luhut mempertanyakan lebih lanjut, apakah anggota legislatif yang banyak juga advokat bisa diharapkan berinisiatif merestrukturisasi sistem yang salah ini? Rakernas ini diharapkan bisa menjawabnya dengan pertama-tama lakukanlah idenfikasi apa masalahnya secara tepat, dan mengajukan apa solusinya.

“Serta tuangkanlah semua jawaban itu dalam program tahun depan yang semuanya dibicarakan nanti dalam Rakernas ini. Termasuk dengan siapa kita bisa kerja-sama dan minta bantuan,” tambahnya. (Ralian)

Exit mobile version