JAKARTANEWS.ID-JAKARTA: Jamdatun Dr. Feri Wibisono sebutkan cara ampuh siasati aneka praktik bulus koruptor sembunyikan hasil kejahatan, adalah menyita dokumen elektronik.
“Dengan dikantongi bukti yang telah dilacak, maka dapat diketahui gender dan pemilik dari aset tersebut (Pelaku), ” katanya dalam Forum Group Discussion (FGD) di Jakarta, Selasa (29/8).
Menurut Feri yang lama bertugas di Pidsus alias Gedung Bundar, langkah tersebut dapat dilakukan, karena sesuai Pasal 5 UU No. 11/2008 informasi atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah.
“Dokumen elektronik tersebut sangat penting untuk disita karena memuat data pribadi dan bukti mutasi.”
PIHAK KETIGA
Early Warning, bisa dikatakan demikian karena Feri beralasan dalam pemulihan keuangan negara terdapat beberapa tantangan yang ditemui dan dihadapi.
Mulai, pelakunya berdasi (White Collar Crime), kejahatannya bersifat terorganisir dan transnasional.
Lalu, penyembunyian aset di luar negeri, hasil korupsi diatas-namakan kepada pihak ketiga dan aset dapat dialihkan dengan waktu yang cepat.
“Sebaliknya, profiling membutuhkan waktu yang cukup lama dan informasi transaksi seringkalli terlambat sehingga dapat direkayasa,” beber Feri.
Acara FGD) Pusat Strategi Kebijakan Penegakan Hukum bertema “Strategi Keperdataan Guna Keberhasilan Pemulihan dan Pengembalian Kerugian Negara dalam Perspektif Peraturan Kejaksaan No. 7/ Tahun 2021.”
Pada acara yang digelar secara virtual dan diikuti seluruh satuan kerja di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri hingga Cabang Kejaksaan Negeri juga hadirkan sejumlah praktisi hukum.
BIAYA OPERASIONAL JPN
Praktisi hukum Dr. Muhammad Yusuf, mengatakan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dapat melakukan penindakan di luar penegakan hukum, bantuan hukum, pelayanan hukum dan pertimbangan hukum, yakni dilakukannya tindakan hukum lainnya seperti memulihkan kekayaan negara akibat kerugian dari tindak pidana korupsi.
Selain itu, ia menyampaikan terdapat paradigma baru dalam penindakan terhadap tindak pidana korupsi, yaitu menggugat koruptor guna membuat terpidana korupsi menjadi miskin.
Alasannya, perbuatan terpidana berdampak pada kerugian perkonomian negara dan dihitung secara proposional.
Narasumber lain, Guru Besar Fakultas Hukum Undip Prof. Achmad Busro mengatakan dalam pengembalian keuangan atau aset negara hasilnya cukup efektif, tetapi belum optimal.
Dalam hal kinerja, JPN tampak mengembalikan keuangan atau aset negara atas tampak lebih banyak diselesaikan melalui jalur non litigasi.
Terkait upaya optimalkan kinerja JPN, Busro mengusulkan penerapan
konsep hukum yang progresif.
Misalnya, meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga fasilitas dan sarana untuk menunjang kinerja JPN.
“Tak kalah pentingnya buatkan anggaran khusus guna akomodir segala biaya operasional yang memadai dalam melaksanakan kegiatan JPN,” pungkas Busro. (ahi)