Deprecated: Creation of dynamic property WpBerita_Breadcrumbs::$settings is deprecated in /home2/jakartane/public_html/wp-content/themes/wpberita/inc/class-wpberita-breadcrumbs.php on line 26

Survei CIR: Anies Lebih Nasionalis Dibanding Ganjar dan Prabowo

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Pemahaman masyarakat Indonesia tentang arti nasionalisme relatif beragam. Hal itu tergambar dari hasil survei lembaga kajian Center for Indonesian Reform (CIR) tentang “Persepsi Warga tentang Nasionalisme dan Pengaruhnya terhadap Parpol dan Tokoh Nasional”.

Survei yang dilakukan pada 15-22 Agustus 2023 kepada 1.250 responden ini menggunakan metode multistage random sampling berdasarkan data pemilih sementara (DPS) pemilu 2024.

Survei bertujuan mengetahui persepsi masyarakat tentang nasionalisme, partai dan tokoh politik yang dianggap memiliki sikap nasionalisme, serta tingkat dukungan masyarakat terhadap partai dan tokoh yang dianggap nasionalis.

Temuan survei menunjukkan 30 persen (375 responden) memaknai nasionalisme sebagai rasa cinta kepada Tanah Air, 24,9 persen (312 responden) sebagai semangat bela negara dari serangan asing, lalu 19,6 persen (245 responden) sebagai upaya mengembangkan rasa persatuan meski berbeda suku, agama dan budaya, dan 10 persen (125 responden) memaknai sebagai rasa bangga sebagai warna negara Indonesia.

Sedangkan sisanya; 5,1 persen (63 responden) menganggap sebagai rasa merdeka dan bebas dari berbagai tekanan, 4,9 persen (62 responden) mengartikan sebagai rasa percaya/setia kepada ideologi nasional, dan sisanya 5,5 persen (68 responden) mengartikan pemahamannya yang lebih beragam.

Berdasarkan pandangan tersebut masyarakat menilai, partai politik yang nasionalis adalah PDIP 15,9 persen (199 responden), PKS 15,2 persen (190 responden), Gerindra 14,1 persen (176 responden), Golkar 12,8 persen (161 responden), Demokrat 7,8 persen (99 responden), PKB 5,1 persen (63 respponden), NasDem 4,9 persen (62 responden), PAN 4,9 persen (61 responden), PPP 4,1 persen (51 responden). Selebihnya 5,1 persen (63 responden) menganggap saat ini tidak ada partai yang nasionalis dan sisanya 4,7 persen (59 responden) mengaku tidak tahu.
“Dari persepsi tersebut kita paham mengapa masyarakat menganggap partai dan tokoh politik tertentu dianggap lebih nasionalis dari yang lain. Karena realitasnya masyarakat punya pemahaman yang beragam tentang nasionalisme. Bisa saja suatu partai dan tokoh politik dianggap nasionalis, sementara yang lainnya kurang nasionalis, meskipun dalam tingkat dan kadar yang berbeda-beda,” kata Direktur CIR Mohammad Hidayaturrahman.

Yang mengejutkan adalah PKS yang selama ini dipersepsi mengusung identitas politik Islam ternyata dipandang lebih nasionalis daripada Gerindra atau Golkar.

Lebih lanjut Hidayat menjelaskan, ketika diajukan pertanyaan terbuka kepada masyarakat, siapa tokoh yang dianggap paling nasionalis, hasilnya sangat beragam. Anies Baswedan dianggap nasionalis oleh 10,8 persen responden, Mahfud MD 8,8 persen, Ganjar Pranowo 6,9 persen, Prabowo Subianto 6,8 persen, Susi Pujiastuti 6,4 persen, Hidayat Nurwahid 6,1 persen, Agus Harimurti Yudhoyono 6,1 persen, Khofifah Indar Parawansa 5,2 persen, Puan Maharani 4,8 persen, Amien Rais 3,9 persen, Muhaimin Iskandar 3,2 persen, Ridwan Kamil 2,2 persen, Erick Thohir 2,2 persen, Airlangga Hartarto 1,9 persen, Sandiaga Uno 1,8 persen, Yenni Wahid 1,6 persen, Andika Perkasa 1,1 persen, Rizal Ramli 1,2 persen dan lainnya 9,2 persen.

“Ketika diajukan pertanyaan tertutup, di antara enam tokoh bakal capres dan cawapres, siapakan yang lebih nasionalis, maka responden menjawab: Anis Baswedan 20 persen, Ganjar Pranowo 16,4 persen, Prabowo Subianto 15,6 persen, Sandiaga Uno 7,1 persen, Erick Thohir 6,9 persen, Ridwan Kamil 4 persen, sisanya 20,4 persen menyatakan tidak ada dan 9,6 persen menjawab tidak tahu,” urai Hidayat.

Masih berdasarkan hasil survei yang sama Hidayat menjelaskan, nasionalisme partai dan citra nasionalis tokoh masih menjadi varian penting bagi masyarakat dalam menentukan pilihan politik, sehingga wajar bila partai atau tokoh politik tertentu sangat gencar menampilkan citra nasionalismenya agar mendapat simpati dari masyarakat.

Meskipun dalam praktik kebijakan politiknya jauh dari nilai-nilai nasionalisme. Karena bisa saja tokoh atau partai politik yang dianggap nasionalis ternyata juara korupsi dan sering membuat kebijakan yang merugikan masyarakat.

“Ini anomali sosial yang ada di masyarakat kita. Satu sisi bangga pada tokoh dan partai politik yang dianggap nasionalis, tapi di sisi lain mengabaikan kenyataan bahwa tokoh dan partai politik yang dianggap nasionalis itu justru juara korupsi,” sindir Hidayat.

Disamping isu nasionalisme, citra populis (dekat dengan rakyat atau membela kepentingan rakyat) juga sangat dieksploitasi oleh parpol dan politisi. Partai yang dipandang populis adalah PDIP (10,1), PKS (9,9), Golkar (8,1), NasDem (7,9), PKB (7,1), Gerindra (6,9), Demokrat (6,9), PPP (4,1), PAN (4,1). Warga yang merasa tidak ada parpol populis (9,9) dan tidak tahu cukup besar (15,0).

Sikap parpol yang dipandang relijius adalah PKS (14,8), PKB (10,1), Demokrat (9,1), Golkar (8,2), PPP (8,0), Gerindra (7,2), PDIP (7,2), NasDem (7,1), PAN (5,2). Warga yang memandang tidak ada parpol relijius (4,8) dan tidak tahu (5,2). Ini merupakan realitas afiliasi politik warga, namun sering disalahpahami sebagai politik identitas. Padahal, faktor pembentuk identitas bisa dari kesukuan atau kepentingan pragmatis, tidak hanya agama.

Parpol yang paling banyak terlibat kasus korupsi (koruptif) menurut warga: PDIP (19,9), Gerindra (18,9), NasDem (9,1), Demokrat (6,9), PKB (6,1), PPP (6,1), Golkar (5,1), PAN (5,1), PKS (1,0). Sebaliknya, parpol yang dipandang bersikap konsisten dalam antikorupsi: PKS (14,6), PAN (6,2), PPP (5,7), Demokrat (5,2), Golkar (5,1), PKB (5,0), Nasdem (3,2), Gerindra (3,1), PDIP (3,0). Cukup banyak warga yang berpandangan tidak ada parpol yang konsisten dalam pemberantasan (19,8) dan tidak tahu (15,5).

Tokoh yang membela kepentingan rakyat (populis) menurut warga (dari 6 nama) adalah: Ganjar Pranowo (20,6), Anies Baswedan (18,1), Sandiaga Shalahuddin Uno (14,8), Prabowo Subianto (14,4), Ridwan Kamil (8,2), Erick Thohir (4,9), Tidak ada (10,2) dan tidak tahu (8,8).

Sementara tokoh yang membela nilai agama (relijius): Anies Baswedan (24,9), Sandiaga Shalahuddin Uno (15,1), Ridwan Kamil (14,9), Ganjar Pranowo (10,2), Erick Thohir (7,8), Prabowo Subianto (7,1), Tidak ada (9,9) dan tidak tahu (10,1).

Menurut warga, tokoh yang konsisten dalam komitmen antikorupsi ialah: Anies Baswedan (16,2), Sandiaga Shalahuddin Uno (14,1), Ridwan Kamil (12,9), Ganjar Pranowo (9,6), Prabowo Subianto (8,4), Erick Thohir (3,8), Tidak ada (19,7) dan tidak tahu (15,3). Persepsi ini positif untuk menekan gejala politik uang dan mematangkan demokrasi di Indonesia. (Daniel)

Tinggalkan Balasan