JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Mantan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Muhaimin Iskandar diperiksa KPK sebagai Saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Kemenaker
Merespon hal tersebut, Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 1998 (SIAGA 98) Hasanuddin kepada para wartawan, Rabu (6/9/2023) mengatakan, proses hukum dan demokrasi adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
“Penegakan hukum dan pemilu adalah representasi dari negara hukum dan demokrasi (kedaulatan rakyat) sebagaimana diatur dalam konstitusi,” kata Hasanuddin.
“Sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, maka hukum dan demokrasi jangan dipertentangkan. Termasuk penegakan hukum dan pelaksanaan pemilu,” sambung Hasanuddin.
Hasanuddin mengingatkan, pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan adil, serta bersih.
“Tanpa pemilu yang jujur, adil dan bersih maka tidak hanya akan meruntuhkan kewibawaan pemerintah, tetapi juga akan merusak negara hukum (penegakan hukum), sebab itulah kita berharap aparatur negara bertindak untuk memastikan agar pemilih terbebas dari politik uang, termasuk para politisi yang terlibat didalamnya harus bersih, termasuk badan penyelenggara pemilu,” imbuh Hasanuddin.
Hasanuddin menyarankan, upaya mewujudkan pemilu bersih, tidak hanya ditujukan kepada pemilih melalui imbauan “Hajar Serangan Fajar” semata, tetapi juga ditujukan kepada yang dipilih, baik DPRD, DPR RI dan, DPD RI maupun capres-cawapres.
Bahkan, lanjut Hasanuddin, saat ini ada desakan kuat bagi politisi yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif DPRD, DPR RI, dan DPD RI yang pernah dipidana TPK harus mencantumkan statusnya sebagai mantan terpidana.
“Padahal hukuman menjalani pidana badan dan dicabut hak politiknya sesungguh adalah hukuman yang apabila telah dijalankan maka dianggap selesai, namun kenyataanya banyak pihak masih menghendaki hukuman sosial tambahan dengan mencantumkan status pernah dipidana TPK,” ujar Hasanuddin.
Jika mencermati hal ini, tutur Hasanuddin, sejatinya bertujuan untuk memastikan wakil rakyat dan presiden-wakil presiden bersih dari TPK, dan dalam hal hukum harus menghormati proses demokrasi, setidaknya status tersebut perlu dicantumkan.
“Padahal sanksi sosial tambahan tersebut tidak memiliki landasan hukum dan sebagai warga negara berhak mendapatkan kesetaraan dengan lainnya,” jelas Hasanuddin.
Karena tuntutan pemilu bersih tersebut, maka seluruh rakyat Indonesia juga berharap agar penegak hukum (KPK) dapat memastikan calon yang kelak akan dipilih (legislatif-eksekutif) harus bersih sebelum dipilih rakyat.
“Oleh sebab itu, kami mendukung KPK untuk terlibat aktif tidak hanya memastikan pemilu tanpa politik uang, melainkan politisi yang kelak akan dipilih rakyat tidak sedang dalam proses hukum, baik ditingkat penyelidikan, apalagi penyidikan sebelum penetapan calon, baik DPRD, DPR, dan DPD maupun Calon Presiden-wakil presiden,” tegas Hasanuddin.
Hasanuddin melihat KPK saat ini sangat berhati-hati dan prosedural dalam penegakan hukum.
Sebab, terang Hasanuddin, jangan sampai terjadi sebagaimana pengalaman pada periode KPK yang lalu, ada calon kapolri, yang sudah diusulkan presiden, dan akan dibahas DPR tiba-tiba ditetapkan tersangka (TSK).
“Namun, status TSK batal karena KPK kalah prapradilan. Tetapi, pencalonan sebagai kapolri akibat peristiwa tersebut menjadi batal,” ungkap Hasanuddin.
Dalam kasus Kemenaker, tukas Hasanuddin, sebagai saksi, Mantan Menaker Muhaimin Iskandar sudah menyatakan menghormati proses di KPK dan akan memenuhi kewajibannya memberikan keterangan.
“Tentu saja sebagai langkah positif, sebab keterangan yang diberikan akan membuat terang peristiwa hukumnya, yang juga membuat terang dan bersih pemilunya,” tuntas Hasanuddin. (Daniel)