JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Kiai dan santri tetap menjadi rebutan saat mendekati hajatan pilpres. Setiap capres seolah paling peduli terhadap kiai dan santri.
Capres pun intens mengunjungi pesantren. Mereka mengubah penampilan dengan mengenakan sarung, layaknya yang dikenakan kiai dan santri.
Demikian disampaikan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada para awak media, Senin (18/9/2023).
Menurut Jamiluddin, para capres seolah berempati dengan kehidupan pesantren. “Mereka pun turut duduk beralaskan tikar atau karpet sederhana,” kata Jamiluddin.
“Mereka juga berziarah ke makam-makam yang dihormati para kiai dan santri. Doa pun dipanjatkan untuk mendapat keberkahan,” lanjut Dosen Metodologi Penelitian Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta ini.
Jamiluddin menilai, ritual seperti itu tampaknya tidak berubah dari setiap pilpres. “Kiai dan santri sibuk menyambut capres di pesantrennya,” ujar Jamiluddin.
Namun, lanjut Jamiluddin, ritual seperti itu sontak berkurang seiring usainya hajatan pilpres. “Orang-orang penting pun tak lagi sowan ke pesantren. Tak ada lagi keramaian di pesantren yang mendapat publikasi luas media,” tutur Dekan Fikom IISIP, Jakarta 1996-1999 ini.
Jamiluddin berharap kiai dan santri dapat kembali hidup normal. “Kiai menggembleng santrinya untuk menjadi da’i terkemuka dan berintegritas,” imbuh Jamiluddin.
Jamiluddin menuturkan, realitas itu tampaknya harus diubah. “Pesantren tak boleh lagi hanya menjadi tempat untuk mendulang suara bagi capres,” ingat Penulis Buku Riset Kehumasan ini.
Untuk itu, imbau Jamiluddin, pengelola pesantren harus berani memasang jarak dengan para capres. “Netralitas harus dikedepankan agar para santri dapat memilih pasangan capres lebih independen,” tegas Jamiluddin.
Kalau hal itu dilakukan, mantan Sekjen Media Watch ini meyakini, ritual lima tahunan di pesantren tak perlu terjadi. “Pesantren akan menjadi lembaga paling dihormati. Sebab, para capres akan menghormati netralitas dan independensi pesantren, termasuk kiai dan santrinya,” pungkas Jamiluddin Ritonga. (Daniel)