KMSRSK: Perpanjangan Masa Jabatan Panglima TNI Ilegal dan Tak Ada Esensinya

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Wacana perpanjangan masa dinas Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono yang akan memasuki usia pensiun pada November mendatang bergulir belakangan ini. Presiden Joko Widodo menyatakan, perpanjangan tersebut sebagai salah satu opsi yang dipertimbangkan.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid juga mengungkapkan baik pergantian maupun perpanjangan usia pensiun Panglima TNI merupakan opsi yang terbuka.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Refomasi Sektor Keamanan (KMSRSK) Muhammad Isnur memandang, proses perpanjangan masa usia pensiun Panglima TNI merupakan langkah yang bertentangan dengan hukum (ilegal) dan tidak memiliki urgensi untuk dilakukan saat ini.

“Pasal 53 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan usia pensiun bagi perwira TNI adalah 58 tahun. Ketentuan tersebut tidak memungkinkan dibukanya opsi perpanjangan masa usia pensiun perwira, termasuk dalam hal ini Panglima TNI,” kata Isnur kepada para wartawan, Rabu (4/10/2023).

Dalam konteks itu, ujar Isnur, menjadi sebuah keharusan bagi Presiden untuk tetap menjadikan UU TNI sebagai acuan hukum dalam pergantian Panglima TNI.

“Jangan memaksakan sebuah kebijakan yang bertentangan dengan hukum dan berdampak pada dinamika internal TNI!,” ingat Isnur.

Isnur menilai, proses perpanjangan masa pensiun prajurit TNI justru akan menambah beban baru bagi organisasi TNI karena akan ada penumpukan perwira tanpa jabatan di dalam tubuh TNI.

“Padahal salah satu masalah utama institusi TNI saat ini adalah sistem karir tidak berimbang dengan jabatan yang tersedia sehingga menimbulkan penumpukan perwira menengah TNI yang tanpa jabatan yang tak kunjung naik pangkatnya karena teralu banyak jumlahnya. Jika masa pensiun diperpanjang hal itu akan menambah masalah terkait penumpukan perwira menengah TNI,” jelas Isnur.

Terkait uji materi Pasal 53 UU TNI terkait usia pensiun perwira TNI di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro beserta sejumlah purnawirawan lainnya, Isnur mencatat uji materi tersebut adalah untuk yang kedua kalinya dilakukan.

“Sebelumnya, permohonan dengan substansi yang sama pernah juga dilakukan oleh Letkol (Purn) Euis Kurniasih bersama lima orang lainnya dan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan tersebut dengan alasan hal itu merupakan kebijakan yang bersifat terbuka (open legal policy) yang tidak bisa ditentukan oleh MK,” beber Isnur.

Isnur menganggap, tidak ada urgensi bagi Presiden untuk memperpanjang masa usia pensiun Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono.

“Penyelenggaraan Pemilu 2024 bukanlah alasan yang tepat untuk digunakan sebagai dasar bagi Presiden untuk melakukan perpanjangan tersebut. Penting dicatat, pergantian Panglima TNI harus dipandang sebagai proses yang biasa dan tidak berkaitan secara langsung dengan proses penyelenggaraan Pemilu. Apalagi mekanisme pergantian Panglima TNI sudah dibentuk dan TNI sendiri secara internal sudah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini,” tegas Ketua Umum YLBHI ini.

Isnur pun mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menyiapkan calon pengganti Panglima TNI Laksamana Yudo Margono ketimbang berpolemik dengan perpanjangan masa usia pensiun yang tidak memiliki urgensi dan bahkan ilegal jika dipaksaan saat ini.

“Dalam konteks pergantian tersebut, menjadi penting bagi presiden untuk mempertimbangkan syarat normatif dan substantif dalam menyeleksi calon Panglima TNI ke depan. Syarat normatif pergantian calon Panglima TNI mengacu pada ketentuan yang telah diatur di dalam UU TNI. Pasal 13 ayat 4 UU TNI menyatakan bahwa calon Panglima TNI adalah perwira TNI aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan dan dapat dijabat secara bergantian,” papar Isnur.

Syarat normatif tersebut, lanjut Isnur, juga harus dibarengi dengan syarat substantif, yaitu dengan menyeleksi calon Panglima TNI dari aspek komitmen dan visi-misi dalam pembangunan TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional, termasuk juga mencermati rekam jejaknya yang bebas dari dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM, praktik korupsi, dan tindak pidana berat lainnya.

“Calon Panglima TNI ke depan juga harus memiliki komitmen untuk melanjutkan agenda reformasi TNI,” tukas Isnur.

Lebih dari itu, imbau Isnur, Presiden Jokowi harus menghindari petimbangan yang sifatnya politis dalam pergantian Panglima TNI ke depan.

“Hal ini menjadi penting terutama di tengah kontestasi politik elektoral 2024 dimana calon Panglima TNI yang baru diharapkan mampu menjaga soliditas, netralitas dan profesionalisme prajurit,” pungkas Muhammad Isnur.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri atas: Centra Initiative, Imparsial, PBHI, ELSAM, KontraS, SETARA Institute, Forum for De Facto, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, LBHM, ICJR, ICW, WALHI, LBH Jakarta, LBH Pers, dan HRWG. (Daniel)

Tinggalkan Balasan