JAKARTANEWS.ID -JAKARTA: Kunjungan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) ke Pondok Pesantren Cadangpinggan, Indramayu, Jawa Barat, yang diasuh KH Abdul Syakur Yasin yang akrab disapa Buya Syakur diharapkan menjadi gerakan awal untuk mendinginkan dan menyejukkan suasana menjelang Pemilu 2024.
Ketua Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan, Pemilu 2024 harus menyejukan suasana seperti yang dipesankan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GAMKI di Medan, Sumatera Utara, Agustus lalu.
“Kunjungan ke pondok pesantren bukan hal baru bagi saya, hal ini saya lakukan saat menjadi Ketua Umum GMKI tahun 2017 lalu, safari ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur di antaranya, Ponpes Lirboyo di Kediri dan Ponpes Tebu Ireng di Jombang,” kata Sahat dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Senin (9/10/2023).
“Semoga pintu Ponpes Cadangpinggan tetap terbuka bagi kami, sehingga di waktu selanjutnya, teman-teman GAMKI sebagai pemuda Kristen dapat datang dan menjadi santrinya Buya Syakur sehingga bisa belajar tentang indahnya keberagaman dan saling mengenal satu dengan yang lain,” kata Sahat.
Sahat Sinurat menyampaikan harapan agar Pemilu tahun depan dapat berjalan damai. “Siapa pun pemimpin yang terpilih adalah pemimpin seluruh rakyat Indonesia yang harus kita dukung dan hormati bersama,” imbuhnya.
Dia mengatakan, pemuda lintas agama harus menjadi agen pembawa damai yang bisa mendinginkan dan menyejukkan suasana jelang pemilu, jangan malah memanaskan dan memperkeruh situasi. Dengan demikian, melalui Pemilu yang gembira berharap bisa terpilih pemimpin yang mau mendengar aspirasi rakyat dan siap berjuang untuk rakyat.
Selain bertemu Buya Syakur, para peserta GAMKI juga diajak melihat komplek Ponpes Cadangpinggan, bertemu dengan para santri dan bertukar pikiran tentang bagaimana santri-santri muda di sana bisa mengembangkan potensi dan bakatnya di era modern.
“Kami melihat mereka bukan lagi sebagai santri tradisional, tapi bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Melalui pendidikan dengan pendekatan modern seperti pemanfaatan teknologi digital, entrepreneur, otomotif, dan bidang-bidang lain yang bermanfaat di lapangan kerja seusai menempuh pendidikan di ponpes,” kata Sahat.
Dalam kesempatan yang sama, Buya Syakur mengatakan Indonesia terbentuk sebagai sebuah mukjizat yang diberikan Tuhan dengan aneka ragam budaya, bahasa, agama, suku.
“Manusia mungkin tidak menyembah berhala, namun sikap dan perilaku manusia itu yang sering melakukan penghakiman terhadap seorang atau kelompok dengan mengatakan yang berbeda dengan mereka akan masuk neraka. Yang menjadi berhala bukan agama tetapi diri sendiri,” ujarnya.
Buya Syakur meminta komitmen para pemuda untuk menjaga negara Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan lain-lain.
“Jangan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu. Tidak ada warga negara kelas dua dan kelas tiga di Indonesia. Semua setara di negeri kita,” katanya.
Buya Syakur meminta agar calon pemimpin pada Pemilu Legislatif dan Pemiihan Presiden dilihat dari gagasan, kapasitas, rekam jejak dan program kerja. Bukan berdasarkan politik identitas atas kesamaan suku, agama, dan ras. (Ralian)