Mulyanto Nilai Program Hilirisasi Nikel Ambyar

Mulyanto

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto kritik program hilirisasi nikel yang saat ini dijalankan pemerintah.

Menurut Mulyanto, program hilirisasi nikel yang dibangga-banggakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini gagal dan berantakan.

banner 728x90

“Karena hingga saat ini program tersebut belum memberikan hasil optimal bagi pendapatan negara. Yang ada malah pemerintah harus menanggung biaya penanganan masalah sosial di setiap proyek hilirisasi nikel ini,” kata Mulyanto kepada para wartawan, Senin (9/10/2023).

Mulyanto merasa ada yang aneh dalam program ini, sebab nikel dalam program hilirisasi ini malah impor.

“Inikan aneh, hilirisasi kok nikelnya malah dari impor. Kontradiktif,” ujar Wakil Ketua F-PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto meminta pemerintah segera mengevaluasi program ini sebelum kondisinya lebih parah.

“Sebab, semua peraturan sudah dipermudah, risiko kerusakan lingkungan sudah terjadi dan segala biaya, royalti atau insentif yang menjadi hak pemerintah sudah dikurangi,” jelas Mulyanto.

Mulyanto mendesak pemerintah profesional dalam melaksanakan program ini agar sumber daya alam yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan smelter asing dapat menghasilkan nilai tambah lebih bagi pendapatan negara, bukan malah merugikan negara.

Mulyanto pun mengimbau pemerintah segera menutup smelter kelas I yang hanya bisa memproduksi NPI dan feronikel.

“Sebab nilai tambah produk ini sangat rendah sementara kandungan nikel yang digunakan lumayan besar,” terang Anggota Baleg DPR RI ini.

Karena itu, lanjut Legislator asal Dapil Banten 3 ini mengingatkan, sudah selayaknya pemerintah melarang ekspor NPI dan feronikel.

“Pemerintah harus mampu memaksa perusahaan smelter nikel memproduksi produk yang memiliki nilai tambah lebih agar penghasilan negara lebih optimal,” pungkas Mulyanto.

Sebelumnya diberitakan sejumlah smelter nikel di Tanah Air memutuskan mengimpor bijih nikel lantaran kurangnya pasokan bahan baku. Aksi ini diprediksi akan terus dilakukan hingga Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 dirilis di tahun depan. (Daniel)

Tinggalkan Balasan