Gerindra Belum Tentukan Nama Bacawapres 2024, Habiburokhman: Jagoan Muncul Belakangan

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Kalau jagoan biasanya munculnya belakangan, jadi gemanya saja berbeda, kita lihat hari ini kayaknya tidak ada getaran alam semesta. Tidak bergetar, jadi biasa saja dan alam semesta tidak menyambutnya dengan gegap gempita pendaftaran paslon ke KPU hari ini. Saya juga tidak tahu siapa yang mendaftar hari ini.

Logikanya seperti ini, ada pasangan yang sudah mendeklarasikan sekitar 3-4 minggu bahkan lebih. Logikanya pendaftaran ini sebagai resepsi pernikahan dan resepsi itu tentu mengundang semua, yang tak diundang pun kerabat akan datang. Hari ini tidak ada kemacetan berarti Jakarta gara-gara pendaftaran, saya lewat Menteng pun masih biasa, kecuali ada depan KPU memang ada pengalihan lalu lintas.

banner 728x90

Demikian dikatakan Ketua Majelis Kehormatan DPP Partai Gerindra Habiburokhman saat menjadi narasumber Diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Pendaftaran Capres-Cawapres Penanda Mulainya Pilpres 2024″ di Ruang Diskusi Media Center, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10/2023).

Habiburokhman mengatakan, ketika ada acara apapun yang dipimpin Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo maka pecah kemacetan di mana-mana.

Menurut Habiburokhman, hal itu merupakan indikasi yang gampang dikenali oleh seseorang yang sudah berulang kali terlibat langsung dalam tim pemenangan pemilu.

“Saya mengawal Pak Prabowo itu sebetulnya sejak tahun 2009, lalu 2014, 2019 ini mau keempat kali. Kalau kita melakukan sesuatu hampir setiap hari secara continue beberapa belas tahun, itu namanya bukan pintar lagi, bukan profesional lagi, tapi sudah punya insting.

Artinya, jelas Habiburokhman, sudah bisa merasakan apa yang akan terjadi.

“Saya juga demikian sebagai orang politik, saya ada di pusara politik yang cukup, karena saya ada di tingkatan elit ini bukan karena kehebatan tapi karena memang fungsi saya sebagai advokat, saya pengacaranya Pak Prabowo di tahun 2009. Jadi saya ada pusaran elit itu mau keempat kalinya,” terang Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.

Habiburokhman mencontohkan, saat Jokowi dan Ahok mengikuti Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, ada getaran, di mana saat dirinya menyetir mobil di lampu merah menengok ke kanan dan kiri banyak orang yang pakai seragam kotak-kotak.

“Waktu Sandi-Anies, ada getaran juga, tapi kali ini mohon maaf tidak ada getaran, alam semesta reduplah hari ini, biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang yang namanya surprise hari ini, tidak ada,” sebut Habiburokhman.

Mengenai putusan MK, Habiburokhman meminta semua pihak tidak menjadikan putusan tersebut sebagai ajang black campaign terutama kepada Prabowo, Presiden Jokowi dan Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka.

“Kita tahulah MK bagaimana. Dari dulu MK memang begitu-begitu saja, kalau soal kualitas keputusan dia dari dulu, tetapi karena ini adalah event politik, seolah-olah baru kali ini putusan MK tidak berkualitas misalnya, tapi masalahnya gini, tradisi Kita berhukum itu tetap ada batasnya, kita kritik boleh, tapi tetap ada akhir dari perdebatan,” ujar Habiburokhman.

Habiburokhman menyebut, hakim dalam membuat putusan sebetulnya jarang sekali mengacu pada kesimpulan para pihak.

Hal itu, beber Habiburokhman, karena pasti subjektif, tetapi hanya resume dari proses permohonannya, keterangan saksinya, keterangan ahlinya, alat-lat bukti yang di ajukan.

“Jadi sudahlah, kalau hanya kesimpulan itu pasti hanya resume, jadi sebelum masuk pada kesimpulan para pihak, hakim sudah punya garis besar putusannya,” imbau Habiburokhman.

Soal dinasti politik, Habiburokhman menegaskan, hal itu tidak ada relevansinya apabila bicara sistem electoral.

“Dulu Mas Gibran dipersoalkan tidak soal dominasi waktu diusung oleh sahabat kami jadi perjuangan di Pilwali Kota Solo? Tidak dipersoalkan dan mereka bilang ini bukan soal politik dinasti, karena yang akan memilih adalah rakyat,” ucap Habiburokhman.

Habiburokhman menyatakan, di Amerika Serikat (AS) ada yang dinamakan Kennedy clan.

“Keluarga Kennedy itu kan semuanya itu posisi-posisi mereka tuh senator-senator-senator atau jabatan yang dipilih melalui pemilu oleh publik, oleh masyarakat. Kalau di sana saja masih bisa ya tidak ada masalah, jadi yang baru disebut dinasti dalam konotasi negatif ketika terjadi yang namanya nepotisme,” ulas Habiburokhman.

Menurut Habiburokhman, semuanya kembali kepada rakyat yang akan menjadi penentu, atau istilahnya rakyat menjadi hakim untuk menentukan siapa yang dipilih nantinya.

“Jadi karena waktu masih beberapa hari, karena kami ini berlimpah untuk cawapresnya dan keren semuanya, tidak pusing, hanya memilih yang terbaik dari yang terbaik,” tutup Habiburokhman. (Daniel)

Tinggalkan Balasan