Jakarta – Pada tahun 2009, Indonesia dihebohkan dengan berita tentang seorang pegawai negara yang memiliki kekayaan hingga 100 miliar rupiah.
Gayus Tambunan, adalah seorang pegawai pajak golongan IIIA yang disaat itu, gajinya hanya mencapai Rp 10 juta rupiah saja. Di tahun 2021, kasus perpajakan di Indonesia eksis kembali dengan munculnya berita penggelapan gratifikasi pencucian uang sebesar Rp 29,5 miliar yang melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji.
Kasus pajak terahir yang menghebohkan Indonesia adalah terungkapnya jumlah harta kekayaan milik Rafael Alun Trisambodo, pegawai Aparatur Sipil Negara Esellon III yang mencapai Rp 51 Miliar rupiah.
Sederetan kasus penggelapan yang dilakukan oleh aparatur negara ini membuat stigma negatif masyarakat Indonesia terhadap kewajiban perpajakan di Indonesia.
Dikutip dari Databoks, pada April 2023, hasil survey Indikator Politik terkait kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya mencapai angka 53,7 persen.
Berbagai pelanggaranpelanggaran pajak ini terjadi akibat besarnya celah untuk melakukan penggelapan pajak yang terdapat di berbagai lembaga aparatur negara. Jika praktek penggelapan pajak terus berlangsung, akan ada banyak kerugian-kerugian yang akan dialami oleh negara dan ikut berdampak terhadap menurunnya angka pemasukan negara.
Salah satu langkah yang harus diterapkan di Indonesia guna mengembalikan fungsi pajak serta mengambil kembali tingkat kepercayaan pajak di mata masyarakat Indonesia yaitu melalui keterbukaan informasi pajak. Tingkat kepatuhan wajib pajak, menurut Nugroho (2005), akan semakin tinggi jika diikuti dengan tingginya tingkat pemahaman suatu masyarakat terhadap pajak.
Keterbukaan informasi pajak menggambarkan kebebasan informasi serta ikut melambangkan ketersediaan negara untuk transparan terhadap data pribadi warga negaranya, dalam hal ini adalah pajak. Kebebasan informasi mengenai pajak juga disebutkan oleh IRS (Internal Revenue Service), dalam Freedom of Information Act (FOIA) yang menyatakan bahwa mereka memberikan akses penuh terhadap informasi federal, termasuk pajak, yang didasari oleh keyakinan bahwa pemerintahan adalah sejatinya milik rakyat.
Keterbukaan informasi seperti yang dilakukan oleh IRS berguna untuk menjaga tingkat kepercayaan public terhadap Lembaga perpajakan. Indonesia sendiri dalam langkahnya menuju ketertiban dan transparansi perpajakan telah menerapkan sistem Automatic Exchange of Information (AEoI).
Sistem ini sejatinya merupakan media pertukaran informasi perpajakan. AEoI berperan sebagai suatu perjanjian yang memungkinkan adanya pertukaran akses antara otoritas pajak yang berasal dari berbagai negara mengenai informasi tentang berbagai macam rekening keuangan dan investasi-investasi, sehingga pihak-pihak yang telah membuka atau sudah memiliki rekening pajak dapat terbantu dalam menyaring berbagai informasi penting tanpa harus melakukan request terlebih dahulu.
International Bureau of Fiscal Documentation menegaskan AEoI sebagai otomatisasi yang efektif dan sistematis akan pertukaran informasi keuangan wajib pajak antar negara, sedangkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebut AEoI ini sebagai pertukaran data otomatis wajib pajak antar- negara.
Adanya sistem AEoI ini merupakan ambisi dari sebuah negara untuk meningkatkan keamanan dan transparansi akun keuangan masyarakat dari suatu negara tersebut, dan dengan bebas bertukar informasi untuk mencapai suatu kepentingan dengan transparansi dan kejujuran finansial dari masing-masing pihak yang terlibat.
Keterbukaan finansial dan perpajakan melalui sistem AEoI di Indonesia ini juga merupakan implementasi dari kepatuhan negara sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Hadirnya sistem AEoI ini dapat dilihat sebagai implementasi langsung dari bagaimana setiap individu mempunyai hak memperoleh, menyimpan, serta menggunakan segala jenis informasi sesuai dengan UUD 1945 pasal 28F, dimana transparansi informasi, dalam hal ini keterbukaan informasi perpajakan merupakan hak konstitusional seluruh warga Indonesia. Dengan meningkatnya keterlibatan dan suportifitas masyarakat terhadap pemerintah, maka aktifitas perpajakan di Indonesia juga dapat meningkat.
Sri Putri (2016) dalam penelitiannya mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak KPP pratama Palembang seberang ulu, menyimpulkan bahwa tingkat kesadaran pembayaran wajib pajak di Padang yang tinggi memiliki pengaruh langsung yang baik terhadap kepatuhan pembayaran wajib pajak. Sistem AEoI pada pajak di Indonesia ini juga merupakan implementasi langsung dari etika administrasi.
Kamaruddin (2019) menjelaskan bahwa salah satu jenis pengaturan dan keteraturan dalam konteks aksiologi ilmu administrasi ialah adanaya pengaturan dalam bertindak sebagai upaya perelealisasian kesejahteraan manusia.
Keterbukaan informasi perpajakan melalui sistem AEoI ini selain untuk menerapkan konsep kebebasan dan transparansi dalam perpajakan, juga merupakan sistem yang dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan para wajib pajak dan pihak-pihak yang terlibat.
Selain itu, dalam epistemologi pengetahuan administrasi, ilmu administrasi adalah kecenderungan pemahaman intelektual yang objek materialnya adalah manusia, dimana aktivitas dilaksanakan guna mewujudkan suatu tujuan tertentu untuk menciptakan hubungan kerjasama manusia antara pihak pengatur dan pihak yang diatur.
Keterbukaan informasi pajak merupakan sistem yang bersifat adiministratif dimana aktivitas yang tidak dibatasi dan di rahasiakan diciptakan guna mencapai kesejahteraan dan keuntungan-keuntungan bagi para pihak yang terlibat.
Institusi-institusi finansial yang diharuskan untuk dilaporkan, di cover, dan diikuti oleh pihak-pihak terkait dilakukan bertujuan agar mengatasi permasalahan penghindaran pajak luar negeri serta menghindari penyimpanan uang yang tidak terhitung di luar negeri, dimana kerja sama antar otoritas-otoritas pajak dari negara-negara terkait dibutuhkan.
Implementasi aksiologi administrasi seperti inilah yang dicoba untuk diterapkan melalui sistem AEoI ini, dalam membangun sistem dan aturan yang harus dipatuhi, untuk mencapai kesejahteraan dan tujuan bersama.
Selain itu, di dalam kehidupan kenegaraan, transparansional data perpajakan dari setiap wajib pajak harus diberlakukan untuk menghindari kecemburuan social dari kalangan masyarakat dan mencegah timbulnya stigma buruk masyarakat terhadap institusi perpajakan Indonesia.
Sejatinya, penyalahgunaan pajak dan prasangka buruk terhadap institusi pajak di Indonesia sendiri dapat merugikan negara, karena berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pajak di negara akan mengakibatkan rendahnya kesadaran wajib pajak para masyarakatnya.