JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Sebagai tahun penutup masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), evaluasi pelaksanaan dan capaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 menjadi sorotan utama. Seiring waktu, pelaksanaan APBN 2024 akan berlangsung hingga September dan menjadi pertanggungjawaban presiden berikutnya.
‘’Salah satu isu pentingnya adalah melihat tantangan pelaksanaan APBN 2024. Kalau melihat ini, pemerintah perlu mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah,’’ kata Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Marwan Cik Asan.
Menurut Marwan, dari sisi eksternal, perlambatan ekonomi global dan melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia, menjadi potensi penghambat pertumbuhan ekonomi.
“Tren penurunan harga komoditas primer yang menjadi andalan ekspor Indonesia juga dapat melemahkan kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Marwan.
Ditambahkan Marwan, secara keseluruhan, pencapaian APBN 2023 mencerminkan keberhasilan dengan penerimaan dan belanja negara yang melampaui target yang telah ditetapkan.
“Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.774,3 triliun (112,6% terhadap APBN 2023 atau 105,2% dari Perpres 75/2023), tumbuh sebesar 5,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp3.121,9 triliun, melebihi alokasi APBN 2023 (102,0% dari APBN 2023 atau 100,2% dari Perpres 75/2023), meningkat 0,8% dari realisasi tahun 2022,” papar Marwan.
Dalam catatan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI ini, meskipun terdapat pencapaian formal dalam target penerimaan dan belanja, kinerja APBN 2023 belum dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan secara signifikan.
“Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dari target 5,3% dan pertumbuhan tahun 2022 yang mencapai 5,31%,” ulas Marwan.
Selain itu, lanjut Marwan, kinerja APBN 2023 belum memberikan dampak signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
“Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan tingkat kemiskinan dari 9,54% pada Maret 2022 menjadi 9,36% pada Maret 2023, namun belum mencakup data hingga September 2023. Tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 5,32% pada Agustus 2023 dari 5,86% pada periode yang sama tahun sebelumnya,” beber Marwan.
Marwan mengatakan, faktor-faktor tidak optimalnya kinerja APBN 2023 meliputi proses perencanaan dan realisasi anggaran belanja yang tidak konsisten, peningkatan belanja non-produktif seperti belanja bunga utang, dan realisasi belanja modal yang masih rendah.
‘’Makanya saya katakan, antisipasi daya beli masyarakat dan faktor-faktor eksternal seperti melambatnya pertumbuhan ekonomi global,’’ tegas Marwan.
Berdasarkan evaluasi kinerja APBN 2023 dan tantangan APBN 2024, Marwan berharap pemerintah dapat melakukan perencanaan yang lebih efektif guna menghindari penumpukan pelaksanaan anggaran di akhir tahun.
“Penambahan alokasi belanja modal dan belanja produktif lainnya menjadi kunci untuk menjadikan APBN sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” tutup Marwan Cik Asan. (Daniel)