Deprecated: Creation of dynamic property WpBerita_Breadcrumbs::$settings is deprecated in /home2/jakartane/public_html/wp-content/themes/wpberita/inc/class-wpberita-breadcrumbs.php on line 26

Guspardi Gaus: Evaluasi Keserentakan Pemilu Sangat Diperlukan

JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menyayangkan, pasca pelaksanaan pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih banyak jatuhnya korban dari petugas Badan Ad Hoc yang bekerja di tempat pemungutan suara (TPS) pada penyelenggaraan Pemilu serentak 2024, baik yang meninggal dunia maupun mengalami gangguan kesehatan.

Menurut Guspardi, fenomena tersebut mesti menjadi pintu masuk untuk melakukan evaluasi keserentakan pemilu.

“Berdasarkan data yang dihimpun dari KPU RI, Bawaslu, dan Kemenkes RI, mulai tanggal 10-25Februari 20234, tercatat 114 petugas pemilu yang meninggal dunia. Rinciannya 59 orang petugas KPPS, 25 orang Linmas, 10 orang saksi, 11 orang PPS lainnya, 3 orang PPK, dan 6 orang petugas Bawaslu. Sementara, yang mengalami gangguan kesehatan alias sakit sebanyak 14.141 orang yang rawat jalan dan rawat inap sebanyak 1.117 orang,” ungkap Guspardi, Senin (26/2/2024).

Guspardi mengimbau, semua pihak mesti bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Dirinya mendorong investigasi terbuka khususnya mengenai penyebab di lapangan, untuk mengetahui proses mana yang paling menguras tenaga dan pikiran terbesar petugas ad hoc, sehingga masih terdapatnya petugas badan Ad Hoc yang wafat maupun yang mengalami gangguan kesehatan.

“Walaupun jumlahnya jauh berkurang dari pelaksanaan pemilu 2019,” ujar Politisi PAN ini.

Guspardi menilai usulan untuk mengkaji dan mendesain ulang sistem pemilu serentak yang melibatkan pemilihan presiden, anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota, dan DPD perlu ditindaklanjuti.

“Apalagi pelaksanaan pemilu serentak 2024 yang memilih mulai Pilpres, DPD RI, dan DPR RI dari Pusat sampai Tingkat Kabupaten/Kota, diduga telah menyebabkan beban kerja yang tidak proporsional. Dimana petugas badan Ad Hoc harus bekerja di hari pemilihan tanpa jeda, ditambah waktu perhitungan suara yang memakan waktu sampai dini hari,” tutur Anggota Baleg DPR RI ini.

Sejak awal rapat dengar pendapat (RDP) dengan penyelenggara pemilu, ungkap Guspardi, Komisi II DPR RI sudah mengingatkan soal proses rekrutmen petugas badan Ad Hoc (KPPS, PPK, dan Linmas), mulai dari standardisasi umur hingga kesehatan agar di lakukan secara ketat, agar tidak terulang jatuhnya korban seperti saat Pemilu 2019 silam.

Oleh karena itu, tutur Guspardi, perlu dilakukan evaluasi, bukan hanya PKPU (Peraturan KPU), tapi undang-undang UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu juga perlu ditinjau ulang secara menyeluruh.

“Segala kelemahan dan kekurangan berbagai proses, sejak awal tahapan pemilu hingga persoalan penggunaan teknologi dari sistem penghitungan suara juga perlu dilakukan evaluasi secara komperhensif,” tukas Guspardi.

Legislator asal Dapil Sumbar 2 ini menambahkan, pemungutan suara dengan sistem pemilu serentak mulai Pilpres, DPD RI daan DPR RI dari Pusat sampai tingkat Kabupaten/Kota tanpa jeda, perlu ditinjau ulang.

“Bisa saja keserentakan pemilu itu dipisah antara tingkat nasional dan lokal, bisa pula dipisahkan antara pemilihan legislatif dengan eksekutif atau memperpanjang waktu penghitungan suara, tidak lagi tanpa jeda tapi dibuat dua hari dan lain sebagainya,” pungkas Guspardi Gaus.

Sementara itu, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggaraini meminta agar pembentuk undang-undang mengubah desain keserentakan pemilu, mengingat beban tugas badan Ad Hoc pemilu teramat berat.

Titi menyarankan pemilu harusnya dibagi antara tingkat pusat dan lokal dengan jeda dua tahun.

“Di tingkat pusat, pemilih hanya diberikan kesempatan mencoblos surat suara presiden-wakil presiden, DPR RI, serta DPD. Sementara pemilu tingkat lokal terdiri dari pemilu DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota. Perubahan keserentakan pemilu itu tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/2019,” tuntas Guspardi Gaus. (Daniel)

Tinggalkan Balasan