JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus angkat bicara menanggapi usulan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang meminta pembentukan fraksi threshold yang akan diisi oleh partai politik (parpol) yang tidak bisa memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen.
“Usulan yang disampaikan oleh PSI tidak ada dasar hukumnya. Undang-undang yang dipakai sebagai cantolan hukumnya yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilu). Dalam UU ini pun tidak memberi ruang di buatnya fraksi threshold,” kata Guspardi, Selasa (5/3/2024).
Menurut Guspardi, konsep ambang batas fraksi yang disampaikan PSI tidak sesuai dengan kerangka threshold yang ada.
“Di mana ambang batas parlemen adalah syarat minimal perolehan suara yang harus diperoleh oleh partai politik peserta pemilu agar bisa diikutkan dalam pembagian kursi di DPR RI,” ujar Politisi PAN ini.
Dengan begitu, lanjut Guspardi, jika parpol peserta pemilu tidak memenuhi ambang batas parlemen, maka tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap daerah pemilihan.
“Aturan ini sudah termuat dalam Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017, itu yang harus dipahami,” jelas Guspardi.
Guspardi menyatakan, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan salah satu variabel dasar dari sistem Pemilu yang berdampak langsung terhadap konversi suara ke kursi, sehingga usulan threshold fraksi tidak relevan untuk dibicarakan lebih lanjut.
Sementara itu, tutur Guspardi, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini, hanya meminta kepada pembuat UU untuk melakukan perevisian terhadap ambang batas parlemen.
“MK juga tidak mematok angka dan menyerahkan keputusan perubahan ambang batasnya kepada DPR. Selanjutnya DPR dan pemerintah tentu akan membahas dan mendiskusikan guna membuat norma baru terkait besaran parliamentary threshold ini,” ungkap Guspardi.
“Lagipula putusan MK parliamentary threshold berlaku untuk pemilu 2029. Di mana untuk pemilu 2024 tetap mengacu kepada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa ambang batas parlemen atau parliamentary threshold,” sambung Anggota Baleg DPR RI ini.
Oleh karena itu, tegas Guspardi, parliamentary threshold masih sangat relevan untuk diterapkan guna mendorong motivasi anggota fraksi untuk memaksimalkan kinerja parlemen sebagai perwujudan aspirasi masyarakat.
“Karena fungsi ambang batas parlemen untuk meningkatkan fungsi partai politik agar senantiasa meningkatkan kualitasnya,” terang Guspardi.
Dengan adanya partai politik yang berkualitas, tambah Legislator asal Dapil Sumbar 2 ini, maka dapat menghasilkan anggota parlemen berintegritas dan kompeten.
“Karena tingkat kualitas sumber daya manusia di parlemen berimplikasi pada pembuatan kebijakan publik sehingga usulan fraksi threshold yang disampaikan PSI tidak berdasar dan tidak perlu untuk ditindaklanjuti,” pungkas Guspardi Gaus.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengusulkan opsi fraksi threshold sebagai pengganti parliamentary threshold.
Grace awalnya menegaskan partainya bukanlah penggugat syarat ambang batas DPR RI yang diputuskan MK baru-baru ini. Dirinya pun merespon wacana di media sosial yang menarasikan putusan MK ini menguntungkan PSI. (Daniel)