JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Pakar hukum perlindungan konsumen dari Universitas Indonesia (UI) Inosentius Samsul menegaskan, pengadilan dalam mengadili suatu perkara sejatinya mempertimbangkan nilai benda atau obyek sengketa yang disesuaikan dengan nilai keenomisannya. Bahkan objek sengketa tersebut dapat dikaitkan dengan nilai perkara yang terdampak oleh inflasi.
Hal tersebut dikatakan oleh Inosentius menanggapi lambannya kinerja Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam melakukan verifikasi berkas memori banding perkara perdata nomor 491/Pdt.G/2023/PN JKT. SEl. Sejatinya verifikasi terakhir pada tanggal 13 Maret 2024, namun waktunya molor.
Perkara ini merupakan sengketa antara Pelanggan Toyota bernama Elnard Peter dengan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT. Toyota Astra Motor dan PT. Astra Internasional di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
“Keterlambatan dalam memberikan versifikasi kontra memori banding dalam kasus gugatan banding konsumen yang telah melewati batas waktunya merupakan suatu bentuk ketidakadilan,” ujar Inosentius kepada para wartawan, Rabu (27/3/2024).
Inosentius menegaskan, pengadilan yang menunda pekerjaannya menandakan bahwa hukum telah kehilangan wibawanya.
“Ada maxim justice delay is justice denied (keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak). Oleh karena itu kondisi tersebut menambah daftar praktek ketidakadilan dalam sistem penegakan hukum kita. Hukum pun akan kehilangan wibawa,” tegasnya.
Repair manual menjadi titik fokus sengketa antara Toyota dan konsumennya. Peter menegaskan, repair manual setiap produk otomotif memuat spesifikasi standar, baku mutu prestasi, performansi suku cadang, tata cara pengukuran, prosedur perawatan dan perbaikan yang memiliki Diagram Suku Cadang tertentu, gambar/ilustrasi alat kerja termasuk tata laksana melepas dan memasang kembali.
Hal tersebut, kata Peter, disusun sedemikian rupa oleh perusahaan prinsipal pemilik merk sebagai pedoman bagi para mitra pelaksana layanan purna jual untuk digunakan sebagai prosedur baku saat melakukan perawatan dan perbaikan produk. Terutama menangani keluhan atas produk bahkan klaim jaminan yang diajukan konsumen.
“Dalam permasalahan ini repair manual dimaksud ialah yang disusun, ditetapkan dan diberlakukan oleh Toyota Motor Corporation, Jepang, bersifat final, mengikat dan melekat kepada produk Toyota All New Kijang Innova atau yang dikenal masyarakat umum sebagai “Toyota Innova Reborn” di Indonesia atau Toyota All New Innova dinegara lain dimana Sudut SAI (Steering Axis Inclination) pada produk yang saya terima telah terbukti tidak memenuhi baku mutu,” papar Peter.
Peter menuturkan, pihak yang bertanggung jawab penuh secara legal dan moral dalam penerapan repair manual sebagai bagian dari sistem mutu pada layanan purna jual mitra Toyota secara Global adalah Toyota Motor Corporation sendiri. Dalam hal ini kata Peter, Akio Toyoda selaku Chairman.
Tergugat III dalam hal ini PT. Astra International c.q. TSO Auto2000 Bintaro kata Peter diduga telah memanipulasi spesifikasi standar ketika menangani keluhan kemudian pada saat klaim jaminan produk yang dilakukan dengan cara menyerahkan hasil pengukuran produk menggunakan spesifikasi lain.
“Tergugat II (PT. Toyota Astra Motor) selaku pihak Distributor yang bertanggung jawab mengelola Repair Manual justru memanipulasi Repair Manual produk saat proses persidangan masih berlangung khususnya pada bagian Penyelerasan Roda yang diunduh pada tanggal 1-Desember-2023 awalnya memiliki 10 halaman menjadi hanya 7 halaman saat diunduh pada tanggal 6-Desember-2023 untuk menghilangkan keterangan terkait Sudut SAI.,” tegasnya.
Menurut Peter, penerapan hukum perlindungan konsumen yang mewajibkan pelaku usaha otomotif untuk melakukan pembuktian tentu wajib memenuhi kedudukan hukum dari Repair manual produk itu sendiri.
“Artinya proses pembuktian menggunakan alat kerja, alat ukur, tata cara dan metodologi yang mengikat sebagaiman yang telah diatur, ditentukan bahkan ditetapkan oleh Akio Toyoda terhadap Sudut SAI,” jelasnya.
“Jika pada tanggal 30 Januari 2024, Akio Toyoda muncul dihadapan publik untuk memohon maaf kepada pelanggan Global dan Mitra Terdampak akibat diterpa badai ratusan ribu gugatan konsumen di beberapa negara bahkan alami badai recall terhadap jutaan unit produk yang disebabkan oleh keserampangan proses produksi dan/atau keserampangan menjalankan sistem mutu pada lini produksi dan/atau keserampangan dalam memanipulasi sertifikasi/homologasi produk sehingga terbongkar lalu digerebek oleh Otoritas Pemerintah Jepang, maka yang bersangkutan sebagai Chairman Toyota perlu introspeksi diri mengapa wibawanya begitu rendah dihadapan pegawai internal dan mitra eksternal?,” tambahnya.
Peter menegaskan, upaya para tergugat menghadirkan saksi ahli otomotif semata-mata hanya bertujuan untuk menyembunyikan kondisi produk yang sebenarnya. Hal tersebut merupakan bentuk pengkhianatan lanjutan terhadap nilai-nilai filosofi Toyota termasuk mengkhianati Akio Toyoda.
“Sehingga dalam Judex Facti lanjutan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nanti maka majelis hakim yang memeriksa wajib menerapkan kekhususan hukum Perlindungan Konsumen yakni pembuktian terbalik sesuai standar yang ditetapkan Sdr. Akio Toyoda demi keadilan dilokasi sarana Layanan Purna Jual Toyota (Tersertifikasi Tergugat II),” terangnya.
Sesungguhnya kata Peter, gugatan ini merupakan Kontrol Kualitas yang menyimpang sekalipun diterapkan dengan dua legislasi yaitu KUH Perdata dan UU Perlindungan Konsumen. Pasalnya, menggunakan spesimen produk milik Konsumen akibat keserampangan Sistem Mutu para Tergugat khususnya Tergugat I yaitu PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan Tergugat III yang menolak memperbaiki produk sesuai Jaminan Produk, menolak memperbaiki produk dengan biaya suku cadang yang ditanggung oleh Konsumen bahkan menolak membeli produk kembali dari Konsumen.
“Kepada para Tergugat juga dipersilahkan untuk membuktikan kepada publik dan dunia, adakah produk otomotif Kendaraan Penumpang kategori M1 yang dirancang, didesain dan dipasarkan dengan Sudut SAI dibawah 10° (sepuluh derajat) dipasar otomotif Lokal, Regional maupul Global seperti Toyota All New Kijang Innova yang diproduksi dan diperdagangkan oleh para Tergugat kepada saya dan konsumen lainnya?,” tukasnya.
Sementara, tambah Peter, kepada publik dipersilahkan untuk menilai legitimasi putusan perkara sebelumnya berdasarkan penerapan hukum perlindungan konsumen, penerapan hukum acara perdata umum.
“Penerapan Repair Manual produk otomotif dalam pembuktian terbalik terhadapa subyek dan obyek gugatan termasuk aib global yang menempel dengan merk Toyota dalam proses perjalanan mulai dari PN. Jakarta Selatan yang saat ini diharapkan segera diperiksa, diadili dan diputuskan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” pungkasnya. (Daniel)