JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Penerapan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukun (PTNBH) dinilai menjadi pemicu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada mahasiswa. Saat ini sebanyak 21 perguruan tinggi negeri yang telah berstatus PTNBH dan bakal menyusul sejumlah perguruan tinggi lainnya. Pemerintah didesak lakukan moratorium rencana alih status sejumlah PTN menjadi PTNBH.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) Satibi Satori mengatakan mencermati polemik kenaikan UKT yang selalu muncul menjelang tahun ajaran baru di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia, sebaiknya pemerintah melakukan moratorium alih status PTN berstatus Satuan Kerja (Satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) ke PTNBH.
“Puskapdik mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium alih status PTN ke PTNBH khususnya terkait dengan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN),” ujar Satibi kepada para wartawan di Jakarta, Senin (13/5/2024).
Menurut Satibi, sejatinya dalam penerapan PTNBH dilakukan dengan prinsip nirlaba dan dilakukan secara selektif dan hati-hati.
Dirinya menyebut mandat dalam Pasal 53 ayat (3) UU No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional yang menggarisbawahi tentang pendidikan berbadan hukum dilakukan dengan prinsip nirlaba. Serta dalam Pasal 65 ayat (1) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyebutkan tentang pengelolaan otonomi perguruan tinggi yang dilakukan secara selektif dalam penerapan pengelolaan keuangan dalam skema BLU atau PTNBH.
“Satu poin yang harus digarisbawahi, dalam penerapan PT BLU atau PTNBH harus dilakukan secara selektif. Polemik yang muncul belakangan menggambarkan terdapat prinsip penting yang diindahkan seperti prinsip nirlaba dan prinsip kehati-hatian (selektif),” ingat Satibi.
Satibi menyatakan, prinsip otonomi perguruan tinggi dalam pengelolaan PTNBH khususnya dalam hal keuangan, kerapnya dilakukan dengan cara potong kompas dengan menaikkan besaran UKT mahasiswa.
Masalahnya, sambung Satibi, kenaikan besaran UKT tanpa melakukan kajian mendalam dan tanpa adanya sosialisasi kepada para pemangku kepentingan.
“Harus ada sosialisasi, rasionalisasi dan kajian yang mendalam. Akan bermasalah bila kenaikan ini tanpa kajian yang mendalam dan proses desiminasi yang baik di ruang publik,” cetus Satibi.
Di sisi yang lain, kata Satibi, alokasi beasiswa pendidikan yang dimiliki pemerintah terbatas seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk mahasiswa pada tahun 2024 ini ditargetkan menyasar 200 ribu mahasiswa.
“Belum lagi persoalan sinkronisasi atas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai pijakan pemberian beasiswa yang belum terkonsolidasi dengan baik. Jadi ada masalah dari hulu hingga hilir. Sebaiknya lakukan moratorium alih status PTN ini, sembari lakukan pembenahan dari hulu hingga hilir,” tuntas Satibi Satori.
Sebagaimana maklum, menjelang memasuki tahun ajaran baru 2024-2025 ini, sejumlah PTN berencana menaikkan besaran UKT yang variatif. Kenaikan ini mendapat protes dari kalangan mahasiswa karena dinilai memberatkan di tengah pelayanan akademik di PT yang dirasa belum optimal diterima sivitas akademika. (Daniel)