JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Komite IV DPD RI menyelenggarakan Uji Sahih Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Aset Daerah di kampus Universitas Gadjah Mada.
Dukungan untuk pembahasan RUU tentang Pengelolaan Aset Daerah datang dari Dr. Mailinda Eka Yuniza selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum UGM.
“Kami melihat ada urgensi mengenai bagaimana mengelola aset negara/daerah karena kalau membicarakan aset, pasti akan berkaitan dengan keuangan negara, beberapa masalah muncul di daerah ketika didapati keuangan suatu daerah baik, tapi ternyata pengeloaan aset yang kurang baik. Untuk aaset baru, tidak masalah karena jelas perolehan dan pencatatannya, namun yang sering jadi masalah adalah aset lama yang kerap jadi temuan dalam hasil pemeriksaan BPK” kata Mailinda dalam sambutannya, Selasa (28/5/2024).
Mailinda mengatakan pengelolaan aset yang baik diharapkan dapat memberi manfaat bagi daerah dan kegiatan uji shahih ini.
“Kami berharap kegiatan ini menjadi kesempatan untuk memperkaya substansi dari RUU tentang pengelolaan asset daerah yang sedang disusun Komite IV” tukas Mailinda.
Melanjutkan sambutan dari Mailinda, Afnan Hadikusumo selaku Anggota Komite IV dari Yogyakarta juga berharap agar kerjasama dan sinergi Komite IV dengan UGM agar dapat berlanjut dalam berdiskusi atau pembahasan-pembahasan lain yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti kegiatan uji shahih saat ini.
Mewakili Pimpinan Komite IV, Elviana dalam sambutannya menyampaikan pentingnya pengelolaan aset daerah.
“Aset daerah merupakan unsur penting dan strategis dalam rangka menjamin terselenggaranya pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dan daerah sebagai sebuah entitas publik, secara konstitusional memiliki hak terhadap aset yang ada di sebuah daerah, untuk menjamin terselenggaranya pemerintahannya,” kata Senator asal Jambi ini.
Pada saat ini, sambung Elviana, Indonesia telah memiliki berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan aset atau kekayaan negara dikuasai.
Namun, tutur Elviana, dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya diarahkan untuk mendukung pemanfaatan aset daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Oleh karenanya RUU Pengelolaan Aset Daerah ini diharapkan dapat berfungsi sebagai undang-undang penyelaras, yang akan menyatukan terhadap undang-undang yang berada diberbagai peraturan perundang-undangan, sehingga semua pengaturan menjadi selaras mewadahi pengaturan pengelolaan aset daerah secara keseluruhan sehingga sejalan dengan semangat otonomi daerah,” ucap Elviana.
Maret Priyanta dalam paparan pembuka, mewakili Tim Ahli RUU Komite IV menjelaskan hakikat pentingnya pengaturan tentang aset daerah adalah untuk menjamin kepastian hukum tentang status asset daerah, menjamin terpeliharanya asset dengan baik, memungkinkan pemberdayaan atau pemanfaatan asset untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adanya pedoman yang jelas dalam pengelolaan asset secara tertib, adil dan terarah dan aset daerah semestinya dicatat, ditata dan dikelola dengan baik, sehingga benar-benar bermanfaat bagi kepentingan pembangunan, kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan kata lain, ujar Maret, aset seharusnya dijaga, dipelihara, dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Oleh sebab itu aset harus diatur penggunaan atau peruntukannya, pemeliharannya, distribusinya, perencanaan kebutuhan, dan penghapusan atau pemusnahannya,” ungkap Maret.
Salah satu narasumber yang hadir dari Departemen Hukum Tata Negara UGM, Dr. Dian Agung Wicaksono banyak menyoroti beberapa hal yang ada dalam draft RUU Pengelolaan asset daerah.
“Kami telah membaca draf RUU yang disampaikan, pada bagian menimbang seharusnya memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis, namun dalam RUU ini hanya memuat unsur filosofis, selain itu dalam bagian mengingat perlu juga ditambahkan pasal terkait pembahasan RUU, yakni Pasal 20 UUD NRI 1945,” imbuh Dr. Dian.
Pihaknya juga memiliki beberapa pertanyaan terkait aset daerah dikuasai yang didefinisikan sebagai kekayaan daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh negara kepada daerah, sehingga bila sudah dikuasakan pengelolaannya kepada daerah, apakah masih dibuka peluang untuk membayar kepada negara.
“Hal lainnya dalam ketentuan disebutkan aset daerah dikuasai adalah kekayaan daerah, lantas mengapa perencanaan aset daerah dikuasai harus mendapatkan arahan Pemerintah Pusat? Ini menjadi sedikit kontradiktif,” kata Dr. Dian.
Selaras dengan Dr. Dian, Dwi Hariati, salah satu Akademisi FH UGM yang juga menjadi narasumber juga banyak memberikan masukan terkait draft RUU pengelolaan Aset Daerah.
“Banyak aspek yang harus diperhatikan kembali dalam draft RUU pengelolaan asset daerah ini, yakni bagaimana RUU ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan daerah dan juga dapat mendorong investor untuk berinvestasi di daerah,” ungkap Dwi.
Lanjut Dwi, yang tak kalah penting untuk dipertimbangkan DPD RI sebagai lembaga legislatif adalah kalau pengaturan aset daerah dan aset negara digabung dalam satu UU.
“Saya mengusulkan lebih baik digabung menjadi UU,” terang Dwi.
Menurut Kepala Bidang Pengelola Barang Milik Daerah Provinsi Yogyakarta Zulaifatun Najjah, rancangan UU ini sudah komprehensif, namun pengaturan melalui undang-undang ini sebaiknya mengatur secara umum bukan secara teknis.
“Selain itu kami berharap bahwa ada kejelasan obyek asset daerah yang dikuasai, lalu dalam RUU ini perlu untuk memastikan pembagian kewenangan yang konsisten dan tidak tumpang tindih antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat maupun antar pemerintah daerah serta pencatatan dalam neraca pemerintah daerah perlu dukungan peraturan perundangan yang memadai agar dapat terlaksana” saran Zulaifatun memberikan masukan.
“Terima kasih atas kehadiran narasumber dan para akademisi dalam kegiatan uji shahih hari ini, dan berbagai masukan yang disampaikan sangat berarti bagi kami dalam penyempurnaan RUU Pengelolaan Aset Daerah yang diinisiasi oleh Komite IV DPD RI,” tutup Elviana mewakili seluruh Anggota Komite IV yang hadir. (Daniel)