Ada berita yang cukup menggembirakan buat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019-2024. Di sisa masa jabatan yang tinggal 4 (empat) bulan lagi, dikabarkan citra positif DPR RI bertambah baik seperti yang terekam dari hasil survei Kompas periode Juni 2024 . Memang tidak hanya DPR RI, masih ada lembaga negara lain yang di survei dengan menunjukkan peningkatan apresiasi dibanding survei sebelumnya, yaitu TNI, Polri, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Kejaksaan, Mahkamah Konstitusi, KPK, dan Mahkamah Agung.
Khusus DPR RI seperti hasil survei Kompas yang dipublikasikan baru-baru ini, menunjukkan citra positif tersebut ada di angka 62,6 persen, meningkat 12,1 persen dari periode Desember 2023 sebesar 50,5 persen. Sementara hasil survei Kompas pada bulan Oktober 2022, citra positif itu ada diangka 44,4 persen.
Ini berarti, terdapat tren positif apresiasi masyarakat kepada DPR beberapa tahun terakhir ini.
“Alhamdulillah, apabila rakyat dapat merasakan hasil kerja gotong royong seluruh elemen DPR ,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani lewat keterangan tertulisnya, Jumat (21/6/2024) lalu.
Puan menyatakan hal itu menanggapi hasil survei Kompas yang memperlihatkan citra positif DPR RI semakin baik. Dalam keterangannya itu, Puan Maharani mengatakan, lembaga legislatif yang saat ini dipimpinnya akan terus berkomitmen untuk menjalankan kedaulatan rakyat dengan penuh dedikasi. “Hasil survei ini akan menjadi sumber semangat DPR ke depan untuk lebih baik lagi,” ujar Puan.
Survei Kompas terbaru ini memang tidak merinci lebih jauh alasan respondennya sehingga sampai pada penilaian yang positif tadi, tetapi memang bisa di perkirakan, penilaian tersebut terkait dengan kinerja lembaga DPR RI itu sendiri, baik di bidang legislasi, anggaran maupun pelaksanaan pengawasan. Artinya, masyarakat yang di survei tersebut melihat ada kemajuan dari DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran serta pelaksanaan fungsi pengawasan.
Atau seperti yang dikatakan anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo, kuncinya memang persentase kinerja DPR dalam membuat berbagai rancangan undang undang yang dibutuhkan masyarakat cukup tinggi, dan transparansi dalam pembahasan UU yang lebih terbuka dibanding sebelumnya. “DPR juga secara efektif mengawasi seluruh kebijakan pemerintah dengan melakukan kunjungan di lapangan apa yang terjadi di masyarakat, yang kemudian temuan temuan masalah di lapangan itu akan disampaikan kepada pemerintah untuk segera ditindaklanjuti,” kata Firman seperti yang dilihat di akun instragram pribadinya belum lama ini.
Karena itu, hasil survei Kompas terbaru ini cukup melegakan jika melihat citra DPR periode- periode sebelumnya yang tidak baik-baik saja. Bisa dikatakan, citra positif yang membaik itu seperti “hadiah” atau “kado” untuk DPR RI periode 2019-2024 yang sebentar lagi akan mengakhiri masa tugasnya. Masalahnya, penilaian atau persepsi masyarakat selama ini pada umumnya cenderung buruk, seperti potret yang buram, tidak saja karena kinerja, tetapi juga karena perilaku anggota DPR itu sendiri, misalnya terjerat kasus hukum, seperti kasus korupsi.
Suka tidak suka, senang tidak senang, keterlibatan anggota DPR RI dalam kasus rasuah telah mencoreng wajah lembaga perwakilan rakyat, yang mengantarkan sejumlah anggota DPR RI menjalani hukuman pidana karena terbukti melakukan korupsi. Lebih celakanya, anggota DPR RI yang terjerat kasus korupsi itu merata, ada dari semua komisi dan hampir semua fraksi.
Tidak hanya itu, pada periode yang lalu anggota DPR RI dikritik pedas karena setiap kunjungan ke luar negeri dianggap oleh sebagian anggota masyarakat bentuk pelesiran yang hanya pemborosan anggaran negara. Bukan itu saja, masyarakat juga selalu mengkritisi perilaku anggota DPR RI yang malas mengikuti rapat, pada hal tugas mereka hanya rapat. Sementara anggota DPR telah digaji dengan memadai serta mendapat berbagai fasilitas dari negara.
Nah, dalam beberapa tahun terakhir ini, sepertinya anggota DPR berusaha menjauhi perbuatan koruptif, publik tidak pernah mendengar lagi kejadian adanya anggota dewan ditangkap atau diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, misalnya lewat operasi tangkap tangan (OTT) maupun dari pengembangan sebuah perkara rasuah karena dugaan menerima uang suap dan gratifikasi.
Sepertinya ada kesadaran bersama untuk menjaga marwah lembaga DPR di mana mereka ada di dalamnya untuk tidak terjerat dalam kasus korupsi itu. Ada kesadaran untuk tidak mempermalukan lembaga DPR RI maupun mempermalukan diri sendiri serta keluarganya. Itu sebabnya pada periode 2019-2024 ini nyaris tak ada kedengaran anggota DPR berurusan dengan penegak hukum, apakah itu KPK, kejaksaan, dan kepolisian. Sejauh yang kita catat, parlemen kita sepertinya bersih dari praktek rasuah.
Hal ini perlu digaris bawahi dalam rangka menyongsong era baru parlemen kita pada 5 tahun ke depan. Seperti diketahui, pada tanggal 1 Oktober nanti, anggota DPR RI periode 2024 – 2029 akan dilantik sekaligus berakhirnya keanggotaan DPR RI periode 2019 – 2024. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, anggota DPR RI yang akan dilantik tersebut jumlahnya 580 orang, yang terpilih pada pemilu legislatif (pileg) tanggal 14 Februari 2024 lalu. Untuk periode 5 tahun ke depan, jumlah anggota DPR RI ditetapkan menjadi 580 dari sebelumnya 575 orang, karena adanya penambahan 4 provinsi di Papua yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Mereka berasal dari 84 daerah pemilihan (dapil), yang pada pemilu 2019 ditetapkan 80 dapil.
Kemudian, ke-580 anggota DPR RI terpilih itu berasal dari 8 partai politik (parpol) peserta pemilu yang dinyatakan lolos memenuhi ambang batas parlemen atau parlemen threshold 4 persen. Ke-8 parpol itu adalah PDI Perjuangan (PDIP) dengan meraih 110 kursi, Partai Golkar meraih 102 kursi, Partai Gerindra meraih 86 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 68 kursi, Partai NasDem meraih 69 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meraih 53 kursi, Partai Demokrat meraih 44 kursi, dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan meraih 48 kursi. Demikianlah komposisi dan konfigurasi politik di parlemen hasil Pemilu 2024.
Hal ini memang sesuai dengan amanat konstitusi dan UU, DPR RI terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
Nada Pesimis
“Perubahan dan perbaikan itu memang sebuah keniscayaan”. Barangkali kalimat tersebut bukan sekedar jargon, tetapi sebuah cita-cita jika ingin anggota DPR RI dicintai oleh masyarakat yang telah memilih dan memberi kepercayaan sebagai wakil rakyat lewat pemilu. Kalau tidak, persepsi masyarakat kepada DPR RI masih akan buruk. Peneliti senior Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus misalnya, masih mengkritisi keberadaan DPR RI periode 2024-2029 yang akan dilantik pada tanggal 1 Oktober nanti.
Tak hanya itu, Lucius masih pesimis melihat kinerja parlemen kita 5 tahun ke depan ini. Misalnya mengenai keberadaan fraksi. Dari perkiraannya, akan ada 8 fraksi DPR periode yang baru, atau yang akan menghuni parlemen periode 2024-2029. Nah, ke 8 fraksi ini berasal dari fraksi-fraksi lama atau periode 2019-2024 minus PPP. “Jadi, dari sisi fraksi penghuni parlemen nampaknya tidak ada yang baru,” kata Lucius saat dihubungi baru-baru ini. Fraksi yang dimaksud adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, PKB, dan NasDem.
Yang mungkin menjadi pembeda nanti, sambung Lucius, adalah kelompok fraksi berdasarkan dukungan terhadap pemerintahan baru. Nampaknya ada suasana berbeda dalam konteks koalisi dan oposisi itu. Ada fraksi yang sebelumnya menjadi pendukung pemerintah lalu memilih jadi oposisi, begitu sebaliknya.
“Dan umumnya dinamika parlemen itu ditentukan oleh koalisi dan oposisi itu,” ujar Lucius.
Bahkan, Lucius melihat, keberadaan jumlah 580 anggota DPR RI kerap hanya dekorasi saja karena kekuasaan mereka semuanya bersumber atau tergantung pada partai atau fraksi. “Jadi, tidak ada pembeda sih mau anggota 575 atau 580 itu. Pun demikian juga ngga ada yang akan berubah dengan komposisi wajah lama dan baru, artis dan non artis, pengusaha dan politisi, dan lain-lain,” kata Lucius.
Belum lagi cengkeraman parpol yang begitu kuat pada anggotanya di parlemen, menurut Lucius, membuat pilihan anggota untuk bermanuver sendiri menjadi sangat terbatas. “Dengan kondisi keanggotaan parlemen yang tak banyak menunjukkan aura perubahan, nampaknya kita masih akan berhadapan dengan persoalan-persoalan parlemen yang sama yaitu DPR RI akan menjadi alat kekuasaan atau tukang stempel,” ujar Lucius.
Pengamat pemilu sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw yang dihubungi terpisah juga bernada pesimis terhadap parlemen kita hasil Pemilu 2024 lalu. Jeirry menyatakan, DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menjadi sarana demokrasi untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat, makin tak mampu menjalankan tugasnya secara baik. Begitu juga, kualitas regulasi yang dihasilkan DPR RI rasanya makin memprihatinkan.
Hal itu bisa dilihat dari makin banyaknya regulasi yang dikeluarkan DPR RI kemudian dibatalkan atau dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) setelah digugat oleh masyarakat.
“Fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan kinerja pemerintah terasa makin tak menonjol. DPR lebih sering mengikuti apa maunya pemerintah,” kata Jeirry menjawab pertanyaan para wartawan belum lama ini.
Dalam penilaian Jeirry, setidaknya ada 3 lapisan kepentingan yang mempengaruhi kinerja dan performa lembaga DPR, yaitu: koalisi besar pendukung pemerintah, partai atau fraksi, dan individu anggota DPR RI.
Dalam kaitan ini, Jeirry menilai, kepentingan koalisi besar menjadi sangat dominan mempengaruhi fungsi dan peran DPR RI. Akibatnya visi-misi partai dan janji janji dalam kampanye tak bisa direalisasikan.
Begitu otonomi individu anggota DPR RI yang dipilih rakyat secara langsung dengan suara terbanyak untuk menyuarakan kepentingan rakyat yang memilihnya menjadi tak lagi muncul sama sekali.
“Semua sikap dan keputusan DPR RI sudah ditentukan oleh keputusan koalisi,” tutur Jeirry.
Hal ini pun berdampak buruk pada kinerja anggota DPR RI di Senayan yang menjadi malas dan tak peduli. Rapat rapat di DPR RI menjadi sekedar peristiwa seremonial dan formalistik belaka. “Anggota yang hadir pun hanya datang, duduk, diam, lalu pulang. Forum-forum penerimaan aspirasi terkesan sekedar untuk menggugurkan kewajiban, tanpa sungguh sungguh mendengar apa yang disampaikan rakyat. Rapat koordinasi dengan pemerintah juga lebih banyak berlangsung hambar sebab hanya mengkonfirmasi sesuatu yang sebetulnya sudah diketahui,” ucap Jeirry.
Menurut Jeirry, semua hal itu terjadi sebab partai “menjual” otoritasnya kepada koalisi dan otonomi individu anggota dibungkam oleh partai. Dalam situasi seperti ini, rakyat hanya jadi objek, sekedar penonton yang mereka tempatkan di luar arena.
Situasi ini diperparah oleh kualitas dan kapasitas sebagian besar anggota DPR yang di bawah standar. Kualitas SDM yang rendah ini membuat kreativitas dan inisiatif untuk keluar dari dominasi dan kooptasi koalisi dan partai tak terjadi.
Semua akhirnya bersikap pasrah dan “Yes Man” saja. “Saya melihat dinamika di DPR RI dua periode terakhir berlangsung seperti itu. Prediksi saya, dinamika seperti itu masih akan terjadi di DPR RI hasil Pemilu 2024. Karena itu, maka saya rasanya masih harus pesimis dengan DPR ke depan,” ulas Jeirry.
DPR RI, sambung Jeirry, tetap ada dan bekerja, tapi apa yang dilakukan tak berdampak sungguh sungguh bagi perubahan dan perbaikan kehidupan bangsa. Ironis memang. Kritikan dan sinyalemen dari elemen masyarakat seperti yang disampaikan Lucius Karus dan Jeirry Sumampow menjadi suatu tantangan bagi anggota parlemen baru yang akan dilantik pada tanggal 1 Oktober nanti. Kekurangan yang masih ada dalam pelaksanaan kerja-kerjanya selama ini mau tidak mau harus diatasi dan bila perlu melakukan instrospeksi dan evaluasi.
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar saat menanggapi hasil survei Kompas tentang citra positif DPR RI beberapa waktu lalu mengatakan supaya seluruh anggota DPR RI dan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI tidak berpuas diri. “Tetapi sebaliknya kita semua harus semakin serius dan bekerja keras, terutama menyelesaikan program legislasi yang belum disahkan. Juga secara pengawasan atas kinerja pemerintah harus kita tingkatkan juga,” ungkap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut lewat keterangan tertulisnya. “Kita semua harus semakin serius dan bekerja keras, terutama menyelesaikan program legislasi yang belum disahkan,” lanjut Gus Imin.
Frasa “serius” dan “bekerja keras” seperti diharapkan Gus Imin tadi bisa jadi semacam kunci suksesnya DPR RI periode 2024-2029. Seperti diketahui, ada tiga fungsi DPR RI seperti yang diamanatkan konstitusi dan aturan perundang-undangan. Fungsi tersebut tidak pernah berubah sejak kita memiliki lembaga perwakilan rakyat, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Dari ketentuan yang ada menyebutkan, fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR RI selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedang fungsi anggaran, dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang mengenai APBN yang diajukan oleh Presiden. Sementara fungsi pengawasan, dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang dan APBN.
Sepertinya tak perlu diuraikan lebih lanjut terkait tiga fungsi yang dimiliki oleh lembaga DPR. Anggota DPR periode 2019-2024 yang terpilih kembali dan jumlah mereka masih dominan di periode 2024-2029 ini, tentu sudah menjalani atau mengimplementasikan sehingga tahu persis tentang tiga fungsi serta dinamikanya. Sedang bagi anggota DPR RI pendatang baru, bisa disebut mereka sudah memahaminya dan mempelajari tentang segala macam yang terkait dengan lembaga DPR RI. Katakanlah, partainya masing-masing sudah melakukan pendidikan keparlemenan sebelum pemilu atau setelah pemilu dilaksanakan.
Masih Ada Asa dan Optimisme
Yang ingin disampaikan adalah betapa strategisnya kedudukan lembaga DPR RI dalam sistem pemerintahan yang kita jalankan , cakupan kekuasaan yang ada dalam genggamannya begitu luas. DPR RI adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Karena itu, hendaknya semua kalangan ikut menyongsong era baru parlemen periode 2024-2029 dengan penuh optimisme dan harapan baru, bukan sebaliknya.
Kita harus yakin dan percaya anggota yang terpilih pada pemilu 2024 merupakan kader terbaik , yang telah melalui seleksi ketat di internal partainya masing-masing sehingga bisa terpilih oleh masyarakat di daerah pemilihannya. Ke-580 anggota itu akan menjadi penghuni DPR RI yang bekerja melaksanakan tupoksinya secara kritis dan vokal menyuarakan kepentingan masyarakat, baik dalam konteks menjalankan fungsi legislasi, menjalankan fungsi anggaran, maupun menjalankan fungsi pengawasan.
Di komisi berapa pun anggota DPR RI ditempatkan, mereka harus selalu ingat keberadaan mereka sebagai wakil rakyat untuk menjalankan amanah sekaligus menjalankan mandat rakyat. Soal fungsi pengawasan misalnya, pengawasan oleh DPR itu adalah ingin memastikan jalannya pembangunan dalam semua aspek kehidupan sudah dijalankan oleh pemerintah dengan benar atau tidak, sudah on track atau belum.
Pemerintah harus diawasi , supaya kerja kerja pemerintah benar-benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah disusun bersama pemerintah dengan DPR. Kekuasaan eksekutif oleh pemerintah harus di kontrol sebaik-baiknya, agar tidak ada penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak pada aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pengawasan DPR RI bisa dilakukan dalam rapat-rapat oleh setiap komisi dengan mitra kerja masing-masing, atau pada saat melakukan kunjungan kerja (kunker) atau kunjungan lapangan. Fungsi pengawasan akan efektif dan optimal jika anggota DPR RI melaksanakannya secara sungguh-sungguh dan serius.
Dalam menjalankan fungsi legislasi tadi, maka setiap rancangan UU (RUU) baik itu RUU inisiatif DPR RI maupun inisiatif dari pemerintah hendaknya dihasilkan dengan sasaran utama yaitu berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan kepentingan sekelompok masyarakat atau golongan. Jangan sampai ada celah dalam UU yang telah disetujui bersama itu untuk digugat oleh anggota masyarakat ke MK karena dianggap justru bertentangan dengan UUD (konstitusi).
Dalam setiap pembahasan produk perundang-undangan, DPR dan pemerintah haruslah berpegang teguh kepada kepentingan rakyat.
Karena itu anggota DPR RI dituntut untuk lebih objektif, akomodatif sekaligus kritis terhadap pasal demi pasal yang terdapat dalam rancangan UU yang dimaksud. Hal yang sama juga diperlukan pada saat menyusun dan kemudian menghasilkan anggaran negara, pada pembahasannya anggaran negara itu untuk kepentingan rakyat Indonesia. Atau anggaran yang pro rakyat.
Begitu pun dengan pembentukan RUU yang akan ditetapkan menjadi UU, senantiasa mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sekaligus perlunya sosialisasi bahwa setiap pembentukan UU adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat ke depannya.
Perlu diingatkan, pada saat anggota DPR periode 2024 – 2029 nanti dilantik sekaligus diambil sumpah/janji, mereka akan ucapkan kalimat, “bahwa dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan”.
Dan kalimat “akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia”. Sumpah yang disampaikan itu tidak main-main, tetapi sungguh-sungguh sumpah yang harus dilaksanakan.
Dengan bekerja secara tegak lurus kepada konstitusi dan aturan perundang-undangan, maka tak menutup kemungkinan persepsi masyarakat ke lembaga DPR akan terus membaik seperti yang di survei Kompas. Kalau citra positif DPR RI periode Juni 2024 ada di angka 62,6 persen, maka citra positif DPR RI yang baru nanti bisa meningkat apabila mereka membuat gebrakan dan terobosan di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya di tahun pertamanya.
Karena itu, mari kita songsong wakil rakyat kita yang baru dengan gembira dengan penuh sukacita disertai harapan yang semakin baik. Mereka adalah anggota DPR yang siap diandalkan oleh rakyat Indonesia, dan siap berjuang untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Seperti yang pernah disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani, dalam melaksanakan kerja konstitusionalnya, DPR RI dituntut untuk selalu dapat memenuhi harapan rakyat, membentuk UU yang berkualitas, menyusun anggaran yang memakmurkan rakyat, mewujudkan pemerintahan yang memudahkan hidup rakyat serta memperkuat kedudukan informasi politik luar negeri Indonesia.
Kerja-kerja DPR RI dalam menjalankan kedaulatan rakyat, sebut Puan, pada hakikatnya adalah hendak mewujudkan kehidupan rakyat yang sejahtera, negara yang berdaulat dan bangsa yang berkeadaban semakin tinggi. “Menjadi komitmen kita bersama untuk selalu menjadikan rakyat dan kepentingan nasional sebagai keutamaan dalam mengambil keputusan-keputusan kerja konstitusional DPR ,”kata Puan dalam pidatonya di Rapat Paripurna pembukaan masa persidangan V tahun sidang 2023-2024, 14 Mei 2024 lalu. (Penulis adalah Wartawan Politik JakartaNews.id *)