Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet pada Senin (19/8/24).
Tentu tindakan Jokowi melakukan reshuffle itu sangat irasional, sebab dengan sisa waktu pemerintahannya tinggal dua bulan lagi tentu reshuffle kabinet tidak akan efektif dan efisien.
Tidak akan ada menteri yang mampu membenahi suatu kementerian dalam waktu dua bulan. Bahkan “malaikat” pun yang akan dijadikan menteri oleh Jokowi, tidak akan dapat meningkatkan kinerja suatu kementerian.
Begitu juga bila ada pergeseran menteri, tentu hal itu sebagai tindakan yang ngawur, sebab menteri tersebut tidak cukup waktu untuk membenahi kementerian di mana ia diposkan.
Reshuffle yang dilakukan Jokowi tidak berkaitan dengan upaya mendongkrak kinerja kabinetnya. Jokowi melakukan reshuffle kabinet hanya untuk menunjukkan dirinya masih berkuasa dan dapat menggunakan hak prerogatif sebagai presiden kapan saja ia inginkan.
Karena itu, Jokowi bisa saja melakukan reshuffle untuk menunjukkan kepada PDI Perjuangan (PDIP), kadernya kapan saja dapat didepaknya dari kabinet. Sinyal itu tentu sebagai peringatan dini bagi PDIP agar tidak “rewel” kepada Jokowi.
Selain itu, reshuffle kabinet diujung pemerintahannya bisa saja sebagai ajang bagi-bagi kue kepada konco-konconya. Setidaknya, Jokowi ingin memberikan sedikit rezeki kepada orang-orang yang berjasa kepadanya tapi belum mendapat kursi jabatan.
Tentu lumayan, dalam dua bulan dapat meraup sedikit rezeki. Jokowi setidaknya sudah memberi kursi empuk sebagai ucapan terimakasih sebelum lengser keprabon. (Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul dan Dekan Fikom IISIP 1996-1999 *)