JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan pemecatan Jokowi sebagai kader partai berlambang banteng tersebut pada Senin (16/12/2024). Pemecatan Jokowi, tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.
Surat itu ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto pada 4 Desember 2024.
Alasannya, Jokowi dianggap telah melakukan pelanggaran berat terkait etik dan disiplin partai. Yaitu menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum dan sistem moral-etika.
Menanggapi hal itu, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi menilai, PDIP tanpa Jokowi bukanlah apa-apa. Dalam artian, kesuksesan yang diraih PDIP dalam tiga pemilu terakhir tidak terlepas dari “Jokowi Effect”.
“Tanpa Jokowi, PDIP bukan apa-apa. Dapat kursi terbanyak di DPR tiga kali beruntun itu juga sejak Jokowi populer. Sebelumnya? Tidak pernah. Megawati? Dia jadi presiden karena dipilih MPR, bukan rakyat secara langsung,” kata Haidar, Selasa (17/12/2024).
Dijelaskannya, pada Pemilu 2004 PDIP berada di bawah bayang-bayang Partai Golkar dengan perolehan suara 21.026.629 suara atau 18,53 persen. Lima tahun kemudian, tepatnya 2009 PDIP melorot ke posisi tiga di bawah Partai Demokrat dan Partai Golkar dengan perolehan suara turun drastis menjadi 14.600.091 atau 14,03 persen.
“Setelah Jokowi jadi Capres 2014, barulah perolehan suara PDIP membumbung tinggi menjadi 23.681.471 atau 18,95 persen. Terus naik pada pemilu 2019 menjadi 27.053.961 atau 19,33 persen. Dan pada pemilu 2024 ketika renggang dengan Jokowi, perolehan suara PDIP kembali turun menjadi 25.387.279 atau 16,72 persen,” papar Haidar.
Menurut Haidar, PDIP baru berani memecat Jokowi setelah puas mengambil manfaat elektoral, sebab PDIP tahu betul Jokowi memiliki basis pendukung yang cukup banyak.
“Renggangnya sudah lama, tapi baru dipecat sekarang setelah pilpres dan pilkada. Selain karena takut bakal jadi sentimen negatif untuk partai, PDIP juga butuh “Jokowi Effect”. PDIP tidak ingin kehilangan manfaat elektoral dari pemecatan Jokowi mengingat pendukungnya cukup banyak,” ungkap Haidar.
Haidar menegaskan, tuduhan PDIP terhadap Jokowi terkait penyalahgunaan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak pernah terbukti.
“Putusan MK tentang sengketa pilpres 2024 secara jelas telah menyebut Jokowi tidak terbukti melakukan “abuse of power” atau penyalahgunaan kekuasaan,” pungkas Haidar Alwi. (Daniel)