JAKARTA – Masyarakat Pulau Pari meminta agar dihentikan pembangunan yang dilakukan pengembang dalam fasilitas pariwisata, khususnya di Pulau Biawak. Karena dikhawatirkan berdampak merusak ekosistem laut yang telah dirawat dan dijaga oleh warga setempat.
“Saat ini, kami telah menanam ribuan bibit mangrove di sini, namun aktivitas pengerukan menggunakan ekskavator oleh pihak swasta telah mengakibatkan kerusakan pada tanaman mangrove tersebut,”ujar Anggota Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Pulau Pari, Asmaria pada Senin (20/1/2025).
Menurutnya, penolakan terhadap pembangunan ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, warga juga telah berusaha menghadang masuknya ekskavator pada bulan November lalu, di mana para pekerja alat berat tersebut terpaksa mundur meninggalkan peralatan mereka sebelum mencapai daratan.
“Ini sangat menyedihkan, ketika kami lengah, mereka kembali beroperasi. Warga Pulau Pari akan terus menolak dan memperjuangkan hak hidup dan keberlangsungan kami,” tandas Asmaria.
Sementara, Dewan Kabupaten Kepulauan Seribu Munawar, menanggapi bahwa permasalahan yang dihadapi warga Pulau Pari dengan pengembang pariwisata setempat perlu dihadapi dengan bijak, serta memerlukan kejelasan informasi yang menyeluruh.
“Teman-teman LMK, RW, dan RT di Pulau Pari telah menyampaikan permasalahan ini saat kami mengadakan Forum Grup Diskusi (FGD) pekan lalu. Kami siap untuk menampung aspirasi dan menjembatani mereka dengan pihak pengembang,” kata Munawar.
Lebih lanjut dia menegaskan, bahwa pemanfaatan ruang laut yang dilakukan oleh pihak pengembang harus diperhatikan, mengingat mereka telah memiliki izin dan legalitas resmi dari institusi negara melalui terbitan PKKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Dari sejarahnya, memang ada ketidakseimbangan dalam komunikasi antara pihak pengembang dan warga yang diwakili oleh organisasi tertentu di Pulau Pari. Tuntutan untuk menyediakan kawasan pelestarian lingkungan belum terpenuhi, sehingga menimbulkan penolakan terhadap aktivitas pengembangan pariwisata di lokasi tersebut,” tambah Munawar.
Sebelumnya, rilis media dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang bersumber dari Forum Peduli Pulau Pari (FP3) mengungkapkan bahwa kawasan Pulau Gugus Lempeng telah lama dijaga secara kolektif oleh masyarakat, termasuk penanaman dan budidaya mangrove.
FP3 juga menyoroti kekhawatiran terhadap pembatasan aktivitas nelayan, seperti yang terjadi di Pulau Biawak, serta adanya intimidasi dari pihak tertentu, termasuk dugaan perintah pengerukan pasir dan pencabutan mangrove dengan alat berat. (Ralian)