Advokat TASNR Dampingi Tiga Warga Rempang Minta Tidak Dikiriminalisasi Aparat Polres Balerang

BATAM – Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang (TASNR) mendampingi tiga warga Pulau Rempang, Siti Hawa (67) Abu Bakar (54) dan Sani Rio (37) menjalani pemeriksaan di Mapolresta Barelang pada Kamis (6/2/2025).

Ketiga warga Pulau Rempang ini telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 17 Januari 2025. Mereka menjadi tersangka atas laporan polisi nomor LP/B/686/XII/2024/SPKT/Polresta Barelang dan disangkakan melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan Orang Lain.

banner 728x90

Direktur LBH Mawar Saron Batam, yang jua lembaga yang tergabung dalam TASNR Supriardoyo Simanjuntak mengatakan, warga dengan lugas menjelaskan bagaimana posisi mereka saat kejadian.

“Mereka menjelaskan kronologi sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh penyidik selama proses pemeriksaan,”kata Supriardoyo dalam keterangamn rilisnya yang diterima Sabtu, (8/2/2025).

Pada prosesnya, Supriardoyo menuturkan pihaknya meyakini tiga warga Pulau Rempang ini tidak melakukan perbuatan sesuai dengan pasal yang dikenakan pada ketiganya.

Bahwa dalam keterangan yang diberikan, lanjut Supiardoyo, ketiganya datang setelah kejadian berlangsung.

“Kalau misalnya ditanya apakah ada perampasan kemerdekaan? salah satu warga menyampaikan bahwa mereka tidak mau menahan pegawai PT MEG. Merekah hanya ingin memastikan, bagaimana proses lanjutan pegawai PT MEG yang sudah ditahan dan diduga melakukan pengrusakan spanduk. Mereka meminta ada keputusan dari kepolisian.”

“Kebetulan pihak kepolisian ada di sana. Itulah yang dimintakan, bagaimana keputusannya terhadap dari PT MEG ini? Apakah diproses atau seperti apa? itu saja yang diinginkan masyarakat pada saat itu,” tambahnya.

Mendorong Transparansi Proses Hukum
Supriardoyo mengatakan TASNR meminta agar ketiga warga tidak ditahan. Pada prosesnya kepolisian tidak melakukan penahanan.

Meskipun demikian, TASNR mendorong agar laporan warga terkait kejadian tanggal 17-18 Desember 2024 segera ditindaklanjuti. Sebagai bentuk transparansi dalam penegakan hukum terhadap perkara melibatkan masyarakat sebagai korban.

Pihaknya mendesak Polresta Barelang mencari tahu siapa saja pelaku yang melakukan penyerangan yang mengakibatkan delapan warga Pulau Rempang menjadi korban waktu itu.

“Pada prinsipnya kami dari Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang mendukung proses penegakan hukum dan harus ada pelaku dalam perkara tersebut,”ujar dia.

Hal senada juga Advokat TASNR Sopandi menila, apa yang terjadi saat itu belum memenuhi unsur-unsur perampasan kemerdekaan sebagaimana Pasal 333 KUHP yang disangkakan pada ketiga warga.

“Bahwa pada saat kejadian itu di tempat terbuka. Dan di situ juga sebenarnya sudah ada anggota kepolisian. Kalau menurut kami itu tidak ada dirampas haknya. Kami berpendapat karena itu baru beberapa jam. Apalagi warga ini berada di lokasi sekitar dua jam. Jadi kami rasa terkait perampasan kemerdekaan itu, belum terpenuhi unsur-unsurnya,” tandas Sopandi.

Kaus Rempang TASNR Lapor ke Mabes Polri

Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang (TASNR) juga telah mengabari lembaga di tingkat pusat perihal penetapan tersangka yang dialami oleh warga Pulau Rempang ini. Aduan itu mereka sampaikan ke LPSK, Komnas HAM dan Kompolnas.

Isinya mendorong lembaga-lembaga tersebut memberikan perlindungan pada tiga warga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka.

Pada prosesnya Komnas HAM sudah menyurati Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri dan Kompolnas untuk bekerja sama, memberi perhatian dan memberikan perlindungan hukum terhadap tiga warga yang ditetapkan sebagai tersangka ini.

Memastikan apakah penetapan tersangka oleh Polresta Barelang sudah tepat atau tidak.

“Itu langkah-langkah selain kami hadir di sini menunjukkan itikad baik kami memenuhi panggilan kepolisian,” kata Sopandi.

Seperti diketakahui TASNR yang tergabung diantaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), LBH Pekanbaru
WALHI Riau, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Trend Asia LBH Mawar Saron Batam, Lembaga Studi & Bantuan Hukum Masyarakat Kepulauan (LSBH MK), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Amnesty International Indonesia; Transparency International Indonesia; Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). (Ralian)

Tinggalkan Balasan