JAKARTA – Kapolresta Barelang, Kombes Pol Heribertus Ompusunggu, sebagaimana dalam pemberitaan Tribunbatam tanggal 7 Februari 2025 manyatakan bahwa Nenek Awe memukul karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) menggunakan tongkat.
Dalam video tersebut, tersangka Nenek Awe memukul korban yang disandera warga menggunakan tongkat.
Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang (TSNR) yang tergabung diantaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), LBH Pekanbaru, WALHI Riau, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Selanjutnya, Trend Asia LBH Mawar Saron Batam, Lembaga Studi & Bantuan Hukum Masyarakat Kepulauan (LSBH MK), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Amnesty International Indonesia, Transparency International Indonesia; Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
Salah satu penasehat hukum dari YLBHI Edy Kurniawan Wahid mengatakan, pernyataan Kapolresta Barelang tersebut merupakan tuduhan yang serius yang bermuatan fitnah dan berita bohong yang sengaja disebarluaskan untuk membangun insinuasi jahat terhadap Nenek Awe yang adalah Pejuang Rempang.
“Kami menilai pernyataan tersebut juga pelanggaran terhadap prinsip-prinsip peradilan yang adil (fair trial) berdasarkan hukum dan HAM,”terang Edy, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/2/2025).
Berdasarkan video yang ditunjukkan oleh penyidik maupun video yang dimiliki tim hukum, lanjut Edy, tidak ada satupun yang dapat membuktikan secara nyata Nenek Awe memukul seseorang menggunakan tongkat sebagaimana yang dituduhkan.
“Pernyataan tersebut sangat tendensius dan tidak objektif serta terkesan menggiring opini, untuk membenarkan tindakan Kriminalisasi yang dilakukan terhadap Nenek Awe dan 2 orang lainnya,”imbuh Edy.
Beberapa hari sebelumnya Polresta Barelang juga menyebarkan berita bohong dengan mencatut nama AMAR-GB dan LAM Batam disebut menghadiri audiensi yang diinisiasi oleh Polresta Barelang.
Edy mengatakan, tindakan dan pernyataan tersebut semakin membuktikan bahwa Polresta Barelang tidak profesional dalam menangani perkara penyerangan PT MEG terhadap masyarakat Rempang, baik peristiwa yang terjadi pada 17 Desember 2024 maupun peristiwa 18 September 2024 yang hingga kini menguap meskipun mengakibatkan banyak korban Yang salah satunya adalah Nenek Awe mengalami patah tangan.
Tindakan menyebarkan berita bohong dan pencatutan nama AMAR GB dan LAM BATAM tersebut memvalidasi dugaan penetapan tersangka terhadap nenek Awe dan kawan-kawan merupakan tindakan pemidanaan yang dipaksakan atau dilandasi dengan itikad buruk atau yang dalam praktik peradilan kerap disebut sebagai “Kriminalisasi”.
Dalam keterangan tertulisnya, TASNR mendesak, agar Kapolri untuk Memerintahkan Karo Wasidik Bareskrim Polri mengevaluasi pemolisian yang dilakukan dengan itikad buruk atau kriminalisasi terhadap Nenek Awe, Sani Rio dan Abu Bakar melalui gelar perkara khusus.
TASNR meminta Kapolri memerintahkan Kadiv Propam untuk memeriksa Kapolresta Barelang secara etik dan disiplin karena telah membangun insinusi jahat terhadap Nenek Awe dengan menyebarkan berita bohong.
TASN mendesak agar Kapolri memerintahkan Polresta Barelang untuk mencabut status tersangka Nenek Awe, Sani Rio dan Abu Bakar.
Hal senada, Aktifis WALHI Teo Reffelsen mendesak agar Kapolri memerintahkan Polresta Barelang melakukan penegakan hukum terhadap semua Tim Keamanan PT MEG terlibat dalam serangan 18 September dan 17 Desember 2024 secara transparan dan akuntabel atau penanganan kasus tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri.
Teo juga mengatakan agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk melakukan evaluasi kinerja Polresta Barelang terkait dengan kasus ini secara keseluruhan.
“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM dan Komnas Perempuan baik secara sendiri sendiri maupun bersama sama berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku segera mempercepat perlindungan terhadap Nenek Awe, Sani Rio, dan Abu Bakar,” ujar Teo. (Ralian)